Kalla dan Luhut Beda Sikap soal Kereta Cepat Jakarta-Surabaya
Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan berbeda dalam menyikapi rencana pembangunan kereta cepat Jakarta - Surabaya. Meski Wakil Presiden sudah memutuskan Jepang untuk menggarap proyek tersebut, Luhut malah masih membuka kemungkinan investor dan teknologi lain.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan pemerintah telah memutuskan menggunakan teknologi narrow gauge buatan Jepang dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya. Keputusan ini dibuat dalam rapat yang dipimpin Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama dengan perwakilan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Duta Besar Jepang Masafumi Ishii pada Rabu (13/12).
"Iya (kesepakatan dengan Jepang), ukuran rel (narrow gauge) tidak akan ada perubahan," kata Budi usai konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (15/12).
Narrow gauge merupakan tipe rel kecil dengan lebar 1.067 milimeter. Budi mengatakan penggunaan narrow gauge akan membuat pembangunan rel simultan dengan jalur kereta Jawa Utara yang telah ada sebelumnya. "Dan anggarannya lebih terjangkau," kata dia.
(Baca: Bertemu Jepang, Jokowi Ingin Kereta Jakarta – Surabaya Lebih Kencang)
Jepang memperkirakan pendanaan akan mencapai Rp 51 triliun dengan skema pinjaman menggunakan dana APBN. Namun, mengenai besaran biaya proyek, Kalla belum menyepakati permintaaan Jepang.
"Kami minta harga turun. Wapres minta anggaran dioptimalisasi sehingga lebih rendah," kata dia.
Kesepakatan yang telah diambil Kalla ini berseberangan dengan keterangan yang diberikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. (Baca: Luhut: Jepang Belum Pasti Garap Kereta Cepat Jakarta-Surabaya)
Dalam siaran persnya, Luhut mengatakan dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada Selasa lalu, dia mengatakan pemerintah masih melakukan kajian proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya yang diperkirakan selesai pada Maret 2018.