KAI Utang Rp 19,2 Triliun ke 12 Bank Lokal dan Asing untuk Proyek LRT
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menandatangani perjanjian pinjaman dari sindikasi 12 lembaga keuangan dengan total nilai Rp 19,2 triliun untuk proyek kereta listrik ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta - Bogor - Depok - Bekasi (Jabodebek). Total pinjaman ini terdiri dari Rp 18,1 triliun untuk kredit investasi dan Rp 1,1 triliun untuk kredit modal kerja.
Tercatat ada 12 lembaga keuangan yang masuk dalam sindikasi ini mulai dari Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, serta CIMB Niaga. Lalu ada pula Bank DKI, Bank Sumut, Hana Bank, Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Shinhan Bank, Bank Mega, serta Bank Sumut. Selain itu ada pula lembaga pembiayaan yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang ikut masuk dalam proyek ini.
Direktur Utama Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Emma Sri Martini mengatakan bunga pinjaman ini sebesar 8,25 persen secara fix selama 3 tahun, setelah itu akan dikenakan secara floating mengikuti suku bunga saat itu. Sedangkan jangka waktu utang (tenor) selama 15 tahun, tapi dapat diperpanjang hingga 18 tahun.
(Baca: Batal Buat Joint Venture Proyek LRT, KAI Utang ke Bank Rp 18 Triliun)
"Pencairan akan dilakukan bertahap sesuai progresnya (pembangunan). Tahap pertama PT KAI menggunakan dana disetor dulu, setelahnya pakai fasilitas kredit sindikasi," ujarnya saat acara penandatanganan perjanjian kredit ini di Hotel Kempinski, Jakarta, Jumat (29/12).
Sementara Direktur Utama KAI Edi Sukmoro berharap dengan adanya kerja sama sindikasi perbankan ini maka proyek LRT dapat terus berjalan dan memenuhi target operasional pada pertengahan 2019 mendatang. "Ini komitmen kami mendukung pemerintah melancarkan proyek LRT," katanya.
Kebutuhan dana proyek ini mencapai Rp 29,9 triliun. pemerintah memberikan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke Adhi Karya sebesar Rp 1,4 triliun dan pinjaman pihak ketiga sebesar Rp 2,8 triliun untuk sebagian prasarana seperti depo dan pembangunan TOD. Sementara, KAI akan mendapatkan PMN sebesar Rp 7,6 triliun dan sisanya dari pinjaman sindikasi yang diteken hari ini.
(Baca: Kontrak Diteken Ulang, Biaya Proyek LRT Bertambah Rp 3,2 triliun)
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan masuknya perbankan ini menjawab keraguan akan kelanjutan proyek ini. Saat ini pemerintah mulai menemukan cara membiayai infrastruktur tanpa mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Kami apresiasi karena bukan saja bank lokal, namun bank asing ikut mendanai," ujarnya.
Budi mengatakan harga tiket yang akan dikenakan sebesar Rp 12.000. Harga ini sudah disubsidi pemerintah dengan skema cash flow gap. Dengan skema ini pendapatan akan dikurangi biaya produksi, beban bunga, dan cicilan penjualan. Adapun besaran subsidi dalam kajian awal proyek ini adalah Rp 1,6 triliun per tahun, selama 12 tahun. Namun, angka subsidi ini bisa saja turun dengan semakin banyaknya penumpang.
Pemerintah juga menugaskan KAI mengoperasikan LRT dalam jangka waktu 50 tahun sejak mulai dioperasikan. Dalam penyelenggaraannya ini KAI juga diberikan hak untuk mengusahakan pengembangan kawasan atau Transit Oriented Development (TOD) untuk menambah pendapatan.
(Baca: Siap Investasi US$ 100 Miliar, Korsel Lirik Proyek LRT & Kereta Cepat)
Terkait pembangunan proyek ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kemungkinan pemerintah akan menggandeng pabrikan Korea Selatan, yakni Hyundai, untuk menggarap rolling stock kereta ringan ini. "Nanti Hyundai akan kerja sama dengan PT INKA agar ada transfer teknologi," ujarnya.
Dua hari lalu INKA telah menandatangani kesepakatan bersama sindikasi pembiayaan proyek pengadaan 31 trainset (186 gerbong) LRT Jabodebek senilai Rp 4,05 triliun. Pinjaman ini berasal dari Bank BNI, SMI dan Bank Sumitomo Mitsui Indonesia.