Sebulan Berjalan, Asuransi Budidaya Udang Punya 2 Ribu Peserta
Pemerintah mulai menjalankan program asuransi budidaya udang (AUBU) pada Desember 2017. Dalam sebulan, asuransi tersebut telah memiliki 2.004 peserta dengan total premi mencapai Rp 1,48 miliar. Premi tersebut untuk 3.300 hektar tambak udang.
Pelaksana Tugas Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muhammad Ichsanuddin menjelaskan, program asuransi tersebut merupakan yang pertama di dunia. Berbeda dengan program asuransi besutan pemerintah lainnya, premi asuransi ini ditanggung penuh oleh pemerintah.
“AUBU 100% dari pemerintah melalui APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang merupakan anggaran KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan),” kata Ichsanuddin dalam diskusi dengan wartawan di Kantor OJK, Jumat (12/1). Hingga saat ini, terdapat empat perusahaan asuransi yang memberikan AUBU di 14 provinsi. (Baca juga: Celaka Bukan Akibat Melaut Dijamin, OJK Soroti Klaim Asuransi Nelayan)
Secara rinci, premi asuransi yang harus dibayar pemerintah yaitu sebesar Rp 450 ribu per hektar lahan tambak. Sementara itu, risiko yang dijamin yaitu penyakit yang mengakibatkan matinya udang atau kegagalan usaha yang disebabkan oleh bencana alam. Khusus untuk risiko akibat bencana, akan dijamin jika pembudidayaan mengalami kerusakan sekitar 50%.
Sementara itu, nilai pertanggungan mencapai Rp 5 juta per siklus panen, dengan maksimal klaim sebanyak tiga kali dalam setahun. Ini artinya, nilai pertanggungan mencapai Rp 15 juta setahun. (Baca juga: Menteri Susi Klaim Produksi dan Ekspor Ikan Tahun Lalu Meningkat)
Meskipun nilai ganti rugi per siklus panen hanya Rp 5 juta, Ichsanuddin menilai angka itu besar bagi para pembudidaya udang. “Kalau bagi orang Jakarta, Rp 5 Juta tidak terasa tapi bagi petani budidaya udang (terasa). Beli benih tiba-tiba mati, tidak jelas karena jelek benihnya atau karena jamur,” kata dia.