Impor Beras Dinilai Sebagai Kegagalan Kementerian Pertanian
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) akhirnya memutuskan membuka keran impor beras. Serikat Petani Indonesia (SPI) pun menagih janji kedaulatan pangan.
Ketua Umum SPI, Henry Saragih meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mengevaluasi kementerian yang gagal wujudkan kedaulatan pangan. “Tentu kami masih ingat janji Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang siap mundur apabila Indonesia gagal swasembada pangan. Kita impor 500 ribu ton beras berarti kan gagal swasembada,” kata Henry dalam keterangan resmi, Jakarta (12/1).
Henry menyatakan, kenaikan harga beras tak hanya merugikan konsumen di perkotaan. “Petani padi sendiri juga adalah konsumen yang membeli beras dengan harga yang tinggi,” ujarnya.
SPI menyatakan, kebijakan impor harus dilakukan secara hati-hati. Sebab, puncak panen raya akan berjalan pada bulan Maret dan April. Pantauannya, masa tanam yang dilakukan petani SPI di Lampung, Jawa Barat, dan Jawa Tengah baru memasuki masa tanam pada Desember 2017.
Senada dengan SPI, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, dibukanya impor 500 ribu beras ini membuktikan bahwa data yang selama ini dimiliki oleh pemerintah terkait produksi padi tidak kredibel.
"Ini bukti kegagalan Kementerian Pertanian dalam menjaga pasokan dan produksi beras di tingkat petani," kata Bhima.
Lebih jauh, ia juga menyoroti kegagalan koordinasi yang dilakukan antara lembaga pemerintah dengan Badan Usaha Milik Negara. Akibatnya, keputusan impor baru diambil saat berbulan-bulan harga beras tinggi. Sementara, stok Bulog kini sudah di bawah angka 1 juta ton karena terus-menerus melakukan operasi pasar sejak November 2017.
"Ada miskoordinasi juga di internal pemerintah antara Menteri Pertanian dan Bulog," ujar Bhima.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa juga menilai pememrintah terlambat memutuskan impor. Menurutnya, kebutuhan impor sudah bisa diprediksi pada pertengahan tahun lalu karena panen pada musim gadu terganggu serangan hama wereng.
(Baca juga: Stok Bulog Menipis, Harga Beras Diprediksi Bakal Naik Hingga Maret)
Selain itu, masa tanam padi di beberapa daerah juga terlambat akibat banjir bawaan siklon tropis pada akhir 2017. “Harusnya kebijakan diputuskan lebih cepat,” kata Dwi kepada Katadata, Jumat (12/1).
Menurut Dwi, standar pengiriman dari Thailand atau Vietnam bisa memakan waktu hingga 3 minggu. Belum lagi negosiasi dan penekenan kontrak yang harus diselesaikan dalam seminggu. Sementara, waktu distribusi di dalam negeri yang menghabiskan paling sedikit 2 minggu.
Dwi memperkirakan, beras impor baru akan sampai kepada konsumen pada akhir Februari atau awal Maret. “Celakanya, sudah panen raya,” ujarnya. Hal itu, menurutnya bisa menjatuhkan harga gabah hasil panen petani.
(Baca juga: Pertanian, Pengolahan, dan Pertambangan Lesu di Kuartal IV 2017)
Dwi menjelaskan, Juli 2017 lalu, tren kenaikan harga relatif signifikan. Upaya penekanan harga oleh pemerintah melalui Harga Eceran Tertinggi (HET) justru mengganggu perencanaan stok pedagang.
Sementara, Menteri Pertanian Amran Sulaiman masih berkeras bahwa masa panen padi akan dimulai bulan depan. Menurutnya, banjir yang terjadi akibat siklon tropis pada akhir 2017 lalu hanya merusak sekitar 40 ribu hektare dari total 400 ribu hektare ladang padi di Jawa. “Standing crop kita 5-6 juta ton, jadi masih aman,” ujarnya, Kamis (11/1) lalu.