Luhut Jajal Proyek Labuan Bajo dengan Skema Pembiayaan Campuran
ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman membuat penawaran paket proyek dengan skema pembiayaan campuran (blended finance). Proyek yang dicoba ditawarkan ke investor dengan skema itu adalah pengembangan kawasan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arief Havas Oegroseno mengatakan, selama ini investor kerap ragu jika proyek yang ditawarkan pemerintah kecil dan tidak mampu memenuhi syarat perbankan (bankable). Sebab meski melalui skema blended finance, investor tetap mencari keuntungan.
"Jadi persoalan kalau proyeknya tidak terlalu bankable, tidak memberikan profit yang begitu banyak," kata Havas di Pintu Air Manggarai, Jakarta, Selasa (30/1).
Jadi, pemerintah mencoba menawarkan paket proyek yang berpotensi menguntungkan investor, yakni pengembangan kawasan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. "Labuan Bajo itu bisa kami tawarkan, apakah pengelolaan sampah, air, lalu pembangkit listrik mikro (microgrid), dan sustainable tourism," kata Havas.
Menurut Havas, saat ini sudah ada beberapa investor yang tertarik menanamkan modalnya melalui skema pembiayaan campuran di Indonesia. "Kebanyakan investor dari Eropa, sekitar 3-4 investor. Ada juga konsorsium Amerika yang mewakili sekitar delapan perusahaan untuk blended finance secara menyeluruh," kata Havas.
Ketertarikan mereka didasari atas ikut sertanya pemerintah Indonesia dalam World Economic Forum di Davos, Swiss pada 23-26 Januari 2018. Dalam pertemuan tersebut, pemerintah menawarkan investasi kepada beberapa negara melalui skema blended finance.
Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan sebelumnya mengatakan, skema blended finance dikaji dengan pertimbangan bahwa pembangunan proyek-proyek di Indonesia akan menghabiskan dana yang besar jika hanya menggunakan anggaran negara. Alhasil, negara akan berutang ke luar negeri untuk mendapatkan pinjaman.
Namun dengan blended finance, Luhut menilai anggaran yang akan dikeluarkan negara lebih minim. Pasalnya, pembiayaan dapat diperoleh dari pihak lain dan juga dana filantropi.
"Kalau itu bisa didanai kan tidak masuk utang negara, selama ini kan kita pikir APBN atau investasi murni saja," kata Luhut.
Editor: Yuliawati