Antisipasi Risiko, OJK Siapkan Aturan Pinjaman Online

Rizky Alika
5 Maret 2018, 17:29
Fintech
Arief Kamaludin | Katadata

Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membuat aturan yang menyasar perusahaan teknologi finansial alias financial technology (fintech), termasuk yang terkait bisnis pinjam-meminjam secara online atau peer to peer landing. Aturan ini akan memuat kewajiban perusahaan fintech untuk transparan dalam menawarkan produknya.

“Kami akan keluarkan regulasi lebih banyak kepada tranparansi dari penyedia platform. Peer-to-peer harus jelas siapa nasabahnya. Fee-nya berapa, harus jelas,” kata Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Senin (5/3/2018). Peer to peer lending merupakan layanan fintech yang mempertemukan pemberi pinjaman (calon kreditur) dengan peminjam (calon debitur) secara online.

Wimboh menegaskan akan bertindak tegas dengan mencabut izin bagi perusahaan yang melanggar aturan. Saat ini ada 36 perusahaan fintech yang terdaftar di OJK. Total pinjaman peer-to-peer mencapai Rp 3 triliun. Dari jumlah itu, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL)-nya hingga Desember 2017 sebesar 0,8 persen. Angka ini meningkat menjadi 1,2 persen pada Januari kemarin.

(Baca juga: Sri Mulyani Dorong Fintech Salurkan Kredit UMKM)

Dengan pergerakan seperti itu, bisnis pinjam-meminjam secara elektronik tentu memunculkan risiko tersendiri. Risiko yang ditawarkan oleh fintech ini, kata Wimboh, berpotensi ditanggung oleh pelanggan. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengetahui transparansi produk dan manfaatnya.

Sebab, selain mempermudah akses pada modal, skema peer to peer ini memunculkan risiko di luar kredit konvensional. Di antara kerditur dan debitur tak saling mengenal. Transkasi dilakukan secara virtual sehingga sentuhan emosional tidak terjadi layaknya pada proses offline. Di sini terdapat bolong aturan, misalnya, ketika terjadi gagal bayar: penanggung jawab akan diemban oleh perusahaan fintench atau pemberi pinjaman.

“Itu yang akan kami keluarkan ketentuan dari transparansi bagi semua fintech provider tentang produk-produk yang dijual ke masyarakat,” kata dia. Hanya saja, Wimboh belum mengabarkan waktu pasti aturan tersebut terbit yang direncanakan dalam waktu dekat ini. (Baca juga: Rendahnya Penetrasi Perbankan Digital Dianggap sebagai Peluang).

Dalam pengamatan institusi pengawas lembaga keuangan ini, masyarakat cukup antusias untuk berinvestasi pada fintech. Sebab, bunga yang ditawarkan tergolong tinggi mencapai 19 hingga 21 persen per tahun. Jika terus berkembang, investasi fintech dapat menyeimbangi pasar modal. “Kalau sudah besar kita akan ada arah ke sana. Beberapa negara sudah” ujar Wimboh.

Selain menerbitkan aturan, OJK akan mengedukasi masyarakat mengenai risiko dalam berinvestasi. Program sosialisasi rencananya digelar secara berkala dan terus-menerus. (Lihat pula: Teknologi Jadi Prioritas Transformasi Bisnis Perbankan).

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...