Pemerintah Antisipasi Lonjakan Impor Dampak Perang Dagang Tiongkok-AS
Pemerintah siap mengantisipasi dampak perang dagang yang tengah dilakukan Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok. Sejumlah komoditas perdagangan berpotensi terlempar dari AS dan membajiri pasar dalam negeri antara lain kedelai dan buah segar, sementara dari Tiongkok berupa baja dan aluminium.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan pemerintah akan mengantisipasi dampak perang dagang tersebut dengan sejumlah langkah. Caranya dengan pendekatan bilateral kepada AS dan Tiongkok, pencarian pasar baru nontradisional tujuan ekspor serta pemanfaatan trade remedies.
“Kita bisa lakukan safeguards atau kebijakan anti-dumping untuk mengantisipasi kemungkinan adanya lonjakan impor,” kata Kasan kepada Katadata, Jumat (23/3).
(Baca : Perang Dagang Dimulai, Bursa Global Berguguran dan IHSG Anjlok 2%)
Menurutnya, importasi untuk buah-buahan dan kedelai dari AS dianggap tidak akan terlalu mengkhawatirkan dibandingkan produk baja dan aluminium Tiongkok. Pasalnya, AS telah mengumumkan pengenaan tarif bea masuk untuk impor baja sebesar 25% dan untuk impor alumunium sebesar 10%.
Padahal, Tiongkok merupakan pemasok utama baja dan aluminium ke AS. "Tahun lalu, ekspor baja dan aluminium Tiongkok ke AS nilainya mencapai US$ 4,2 miliar," ujar Kasan.
Tiongkok pun menyiapkan langkah balasan guna menghadapi kebijakan AS. Tercatat, ada 128 komoditas yang akan diretaliasi untuk produk impor dari AS.
Kasan mengungkapkan, Tiongkok dan AS adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia. Karenanya, jika AS menerapkan kebijakan proteksionis perdagangan di negaranya untuk komoditas besi baja dan alumunium, maka ekspor Indonesia diprediksi juga akan terganggu. Menurut catatannya, ekspor besi baja dan alumunium Indonesia ke AS tahun lalu sebesar masing-masing US$ 70 jta dan US$ 219 juta.
(Baca juga: Perang Dagang Trump Berpotensi Kurangi Laju Ekonomi Indonesia)
Sementara untuk ekspor produk Indonesia ke Tiongkok diperkirakan tidak akan terlalu memberikan tekanan. “Mengingat peningkatan tarif bea masuk ditujukan bagi produk impor utama asal AS yang relatif tidak identik dengan produk ekspor Indonesia ke Tiongkok,” tutur Kasan.
Pada 2017, perdagangan AS dan Tiongkok menghasilkan defisit bagi AS sekitar US$ 395,8 miliar. Ekspor Tiongkok menguasai sekitar 21% pasar impor AS atau mencapai US$ 526,2 miliar. Sebaliknya, ekspor AS ke Tiongkok berkontribusi sebesar 18% dari keseluruhan ekspor.