Restitusi Wajib Pajak Patuh Dipercepat, Hingga Rp1 M Tanpa Pemeriksaan
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal mempercepat pengembalian (restitusi) pendahuluan untuk kelebihan bayar pajak. Selain itu, Kemenkeu akan memperluas kriteria wajib pajak patuh dan berisiko rendah yang bisa memanfaatkannya. Kebijakan ini diambil untuk membantu likuiditas wajib pajak terkait.
“Sekarang itu kan restitusi, khususnya untuk PPN (Pajak Pertambahan Nilai) tergolong kurang cepat lah. (Jadi) Channel-channel untuk memperoleh pembayaran pendahuluan kami tambah,” kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, Jakarta, Kamis (27/3).
(Baca juga: Aturan Baru Insentif dan Restitusi Pajak Siap Berlaku, Ini Bocorannya)
Targetnya, proses restitusi bisa selesai dalam waktu satu bulan. Lebih jauh, pemerintah juga akan memperluas kriteria wajib pajak patuh dan berisiko rendah yang berhak didahulukan restitusi pajaknya alias diproses hanya dengan penelitian atau tanpa pemeriksaan.
Ketentuan itu berlaku untuk wajib pajak patuh, wajib pajak dengan restitusi kecil, dan Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah. Khusus PKP berisiko rendah diperluas bukan hanya wajib pajak berstatus perusahaan terbuka (go public) dan BUMN saja, tapi juga eksportir mitra utama kepabeanan, dan eksportir operator ekonomi bersertifikat (authorized economic operator).
“Jadi ada reputable traders apply DJBC (Direktorat Jenderal Bea Cukai). Ada kemudian yang dia lakukan standar internasional. Nah kalau lolos di sana, berhak menerima restitusi yang cepat tanpa pemeriksaan,” kata dia.
(Baca juga: Prosesnya Harian, Jokowi Enggan Puji Penyederhanaan Izin Kemenkeu)
Nilai restitusi pajak maksimum yang bisa didahulukan juga naik sebesar 900%. Rinciannya, restitusi maksimum untuk Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi nonkaryawan naik dari Rp 10 juta menjadi Rp 100 juta, untuk PPh wajib pajak badan naik dari semula Rp 100 juta menjadi Rp 1 miliar, dan untuk PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP) naik dari sebelumnya Rp 100 juta menjadi Rp 1 miliar.
Menurut Robert, kenaikan signifikan tersebut lantaran menilai jumlah sebelumnya terlalu kecil. “Kan jumlah wajib pajaknya belum tentu banyak juga. Kami cek 2018 bisa ada 4.000-an SPT yang ada di bawah Rp 1 miliar,” ucapnya.
Selain itu, prosedur penelitian yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak juga lebih disederhanakan untuk mempercepat proses restitusi pajak.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyambut positif kebijakan tersebut. “Menurut saya ini kebijakan yang bagus. Ini termasuk yang dinantikan wajib pajak selama ini,” kata dia.
Namun, menurut dia, aturan ini perlu diperjelas agar pelaksanaannya seragam. Tidak hanya itu, perlu ada koordinasi dengan penegak hukum agar pemahamannya sama soal kebijakan percepatan restitusi. “Jadi tidak ada tuduhan merugikan keuangan negara. Nanti malah kriminalisasi,” kata dia.
Meski ada kenaikan signifikan nilai maksimum restitusi yang bisa didulukan, Prastowo meyakini kebijakan itu tidak akan berdampak besar ke penerimaan pajak karena hanya diberlakukan untuk wajib pajak klasifikasi resiko rendah dan patuh. “Kalau risiko rendah dan cepat dibayar, akan bermanfaat buat perekonomian,” ucapnya.
Ia pun menerangkan, kebijakan restitusi dipercepat merupakan fasilitas khusus bagi wajib pajak yang memiliki riwayat kepatuhan baik, dan tingkat risiko yang relatif rendah terhadap penerimaan negara. Pemberian fasilitas khusus ini memberi manfaat bagi arus kas perusahaan sehingga diharapkan mendorong wajib pajak untuk lebih patuh dalam menjalankan kewajiban perpajakannya.
Selain itu, kebijakan ini ditujukan agar lebih banyak lagi wajib pajak yang dapat memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat yang pada akhirnya akan meningkatkan kemudahan berusaha dan mengurangi beban opportunity cost akibat proses pemeriksaan restitusi yang panjang dan memakan waktu lama.