Pemerintah Akan Bayar Utang Jatuh Tempo Tahun Ini Rp 400 Triliun
Kementerian Keuangan menyebut hingga akhir tahun ini utang yang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 400 triliun. Pemerintah harus menyiapkan dana yang cukup untuk membayar utang tersebut tahun ini.
Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan utang yang perlu dibayarkan dalam setahun mencapai 10,4 persen dari keseluruhan pinjaman pemerintah yang mencapai Rp 4.034 triliun. Dia juga menjelaskan rata-rata waktu jatuh tempo utang pemerintah saat ini mencapai 8,3 tahun.
Suminto juga menjelaskan angka utang sebesar Rp 4.034 triliun ini dianggapnya masih aman. Rasio utang tersebut setara dengan 29,2 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Dia juga membandingkan rasio serupa dengan Jepang (239 persen), Amerika Serikat (107 persen), hingga Inggris (87 persen).
"Yang sama dengan kita itu Turki sebesar 29,2 persen. Jadi sebenarnya masih aman," kata Suminto dalam acara diskusi di Jakarta, Rabu (12/4). (Baca: Tertinggi dalam 4 Tahun, Utang Luar Negeri Pemerintah 2017 Naik 14%)
Dia pun merinci dari total utang pemerintah, 19 persen diantaranya merupakan pinjaman luar negeri. Sedangkan 81 persen sisanya berbentuk Surat Berharga Negara (SBN). Suminto mengatakan rasio pinjaman luar negeri pemerintah terus mengalami penurunan dari 2012 yang mencapai 31 persen. Dengan begitu, pemerintah masih memiliki peluang yang besar untuk mencari pinjaman lagi di pasar keuangan.
Dirinya mengatakan opsi pinjaman diambil lantaran penerimaan pajak tidak dapat membiayai seluruh pembangunan. Sementara pemerintah telah berkomitmen untuk mengerjakan sektor prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Namun Suminto memastikan bahwa pengelolaan utang tetap dilakukan dengan baik dan sehat.
"Apabila dibandingkan, belanja infrastruktur 2014 masih Rp 154 triliun, tapi 2018 sudah Rp 410,7 triliun," ujar Suminto. (Baca: Faisal Basri: Kenaikan Utang Pemerintah Tak Hanya Buat Infrastruktur)
Beberapa waktu lalu Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyebut peningkatan utang pemerintah yang selama ini disebut-sebut untuk pembangunan infrastruktur, ternyata lebih banyak digunakan untuk belanja barang. Hal tersebut dengan melihat alokasi belanja pemerintah pusat.
Menurutnya, selama 2014 hingga 2017 pertumbuhan belanja barang mencapai 58, diantaranya untuk penggantian kendaraan dan furniture. Untuk pembayaran bunga tumbuh 63 persen dan belanja personil naik 28 persen. Sementara kenaikan belanja modal hanya 36 persen. "Ternyata peningkatan utang lebih banyak digunakan untuk belanja barang," kata Faisal.