Rupiah Diprediksi Masih Lemah hingga Pengumuman Data Ekonomi
Pelemahan rupiah masih berlanjut sejak kejatuhannya pada Jumat (20/4), lalu menembus 13.900 per dolar Amerika Serikat. Menurut ekonom dari Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, rupiah akan berada pada level 13.900-14.200 per dolar pada pekan pertama hingga kedua Mei nanti.
Kemungkinannya, investor masih menanti hasil pertumbuhan ekonomi triwulan pertama yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS), 7 Mei 2018. “Investor, khususnya asing, merombak portofolio dengan melanjutkan penjualan bersih saham. Sentimen positif dari dalam negeri juga masih samar,” kata Bhima kepada Katadata.co.id, Senin (30/4). (Baca: Jokowi Sebut Pelemahan Nilai Tukar Fenomena di Hampir Semua Negara).
Jika pertumbuhan ekonomi triwulan pertama 2018 hanya 5 persen, menurut dia, investor akan keluar dari pasar. Pertumbuhan kuartal pertama akan menjadi patokan untuk mengetahui laju konsumsi rumah tangga, investasi, hingga ekspor. Jika di bawah ekspektasi, pertumbuhan ekonomi 2018 diperkirakan sulit mencapai 5,4 persen.
Sementara dari eksternal, bank sentral Amerika, The Fed, diperkirakan belum menaikkan suku bunga pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) 1 – 2 Mei 2018. The Fed diprediksi menjaga bunga acuannya di level 1,5 – 1,75 persen. Hasil rapat FOMC ini juga akan jadi patokan bagi investor untuk menebak arah kebijakan pengetatan moneter berikutnya.
Bank sentral Amerika diperkirakan baru menaikan bunga acuan pada rapat FOMC 12 – 13 Juni dan 25 – 26 September. Prediksi kenaikan Fed Rate Fund ini yang sempat membuat imbal hasil (yield) US Treasury atau surat berharga Amerika 10 tahun bergerak di 3,03 persen, tertinggi sejak 2014.