Kominfo Bekukan Ratusan Konten Bermuatan Radikal dan Terorisme

Desy Setyowati
15 Mei 2018, 18:33
Menkominfo dan Pavel Durov
ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Menkominfo Rudiantara (kiri) berjabat tangan dengan CEO Telegram Pavel Durov (kanan) di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (1/8). Pertemuan tersebut guna membahas Standard Operating Procedure (SOP) yang harus diikuti Telegram agar dapat beraktivitas kembali di Indonesia.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir 715 akun dan konten bermuatan negatif di media sosial. Kominfo menggandeng Telegram, Twitter, Facebook, Instagram dan Youtube untuk membatasi peredaran konten terkait terorisme.

Rinciannya, Telegram memblokir sementara 280 akun, sementara Facebook dan Instagram membekukan 300 dari 450 akun yang diadukan. Lalu, YouTube menangguhkan 40% atau sekitar 100 dari 250 video yang menggandung konten negatif. Terakhir, Twitter sudah menangguhkan setengah dari sekitar 70 akun yang mengunggah konten terorisme dan radikal.

"Kerja sama dengan mereka sangat membantu. Mungkin karena ini musuh bersama," ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat konferensi pers di kantornya, Selasa (15/5).

(Baca juga: 5 Langkah Kominfo Tangkal Konten Terorisme dan Radikal)

Ia mengatakan, ada beberapa akun dan konten bermuatan terorisme dan radikal yang belum dibekukan, karena masih dijadikan bahan penyelidikan. Ia memperkirakan, sekitar dua hingga tiga hari Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ataupun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah bisa mengidentifikasi akun maupun konten tersebut.

"Setelah selesai (penyelidikan), saya koordinasi dengan polisi. Langsung saya mintakan ke platform untuk takedown," kata dia.

Selain menindaklanjuti aduan masyarakat, Rudiantara mengatakan sudah meningkatkan pantauan atas mesin pengais (crawling). Hal itu bertujuan, agar penangguhan dan koordinasi dengan penegak hukum guna menangani konten bermuatan terorisme dan radikal itu menjadi lebih cepat. "Kami tidak bisa tutup (akun ataupun konten) kalau tidak ada bukti," ujar dia.

(Baca juga: Terduga Pelaku Bom Surabaya Suami-Istri dengan 4 Anak & Pendukung ISIS)

Kepala Kebijakan Publik Facebook Indonesia Ruben Hattari menambahkan, ada dua saluran bagi pengguna Facebook untuk melalukan aduan. Pertama, melalui fitur tandai atau tagging di Facebook. Kedua, langsung mengadu ke Kominfo. "Kami bisa ambil tindakan dari aduan itu," kata dia.

Adapun, kasus bermuatan terorisme dan radikal bermula dari kerusuhan Rumah Tahanan (Rutan) Markas Komando Brigade Mobil (Mako Brimob) Kelapa Dua, Depok, Selasa (8/5) malam. Lalu diikuti oleh kasus bom bunuh diri di beberapa lokasi di Surabaya, serta Sidoarjo, Jawa Timur.

Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...