Mantan Ketua BPPN Sebut Audit BPK Soal BLBI Saling Bertentangan

Image title
21 Mei 2018, 15:08
Syafruddin Arsyad Temenggung
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (kanan) dan kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra (kiri) di Jakarta, Rabu (18/4).

Tim kuasa hukum mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temengggung mempersoalkan tiga laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saling bertentangan. Tiga laporan audit BPK itu terbit pada 2002, 2006, dan 2017,  yang mengkaji penerbitan surat keterangan lunas (SKL) utang BLBI kepada pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim. 

Audit BPK pada 2002 dan 2006 tak menyebutkan kerugian negara dalam pemberian SKL untuk BDNI, namun baru pada 2017 BPK menyebutkan kerugian negara sebesar Rp 4,58 triliun. Audit BPK tahun 2017  menjadi dasar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menjerat Syafruddin karena dianggap telah memperkaya pemilik BDNI Sjamsul Nursalim.

Tim kuasa hukum menyebutkan audit BPK tahun 2002 menyatakan perikatan perdata dalam kasus BDNI telah final dan closing. Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2002 itu telah menjadi dasar kebijakan BPPN untuk menerbitkan SKL kepada pemegang saham BDNI.

Audit BPK tahun 2006 pun telah menyatakan bahwa penyelesaian kasus BDNI semuanya telah sesuai dengan Master of Settlement Agreement And Acquisition Agreement (MSAA) dan Instruksi Presiden No.8 Tahun 2002. Audit BPK tahun 2006 menilai bahwa pemberian SKL tersebut memang layak diberikan karena pemegang saham sudah menyelesaikan seluruh kewajibannya.

Tim kuasa hukum menyatakan meski audit investigasi BPK tahun 2017 menemukan adanya kerugian negara tidaklah secara otomatis dapat membatalkan atau meniadakan hasil audit BPK sebelumnya yang telah dijadikan dasar untuk mengambil suatu kebijakan.

"Hasil audit BPK tidaklah berlaku surut, apalagi jika hasil audit BPK sebelumnya telah dijadikan sebagai dasar untuk mengambil kebijakan dan atau suatu tindakan," kata pengacara Syafruddin, Yusril Ihza Mahendra saat membacakan eksepsi atau nota pembelaan yang disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin (21/5).

(Baca juga: Sjamsul dan Dorodjatun Ada dalam Dakwaan Kasus BLBI Eks Kepala BPPN)

Lebih lanjut Yusril menyatakan hal tersebut merupakan prinsip non-retroaktif yang sangat penting bukan saja dalam penegakan hukum tetapi juga dalam penyelenggaraan pemerintahan negara pada umumnya.

"Audit BPK Tahun 2017 tidak dapat dijadikan dasar melakukan tuntutan pidana terhadap orang/pejabat yang mengambil suatu kebijakan dan/atau tindakan berdasarkan hasil audit BPK yang ada ketika itu," kata Yusril.

Tak sesuai prosedur

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...