RAPBNP Belum Dibahas, Nasib Subsidi Solar Menggantung
Nasib penambahan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar hingga kini belum diputuskan. Bahkan pemerintah belum membahas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2018.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan sebenarnya persoalan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ini menjadi ranah Kementerian Keuangan. Untuk itu dirinya akan menyampaikan mengenai kejelasan subsidi Solar.
“Sebenarnya ini tugas, pokok dan fungsi Kementerian Keuangan. Kalau ada di APBN atau tidak sampai sekarang pemerintah belum membahas RAPBN-P," kata Jonan di DPR, Jakarta, Rabu (30/5).
Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Eni Maulani Saragih mengatakan penambahan subsidi Solar ini harus ada dalam pembahasan APBNP. Subsidi ini juga perlu karena selisih harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) yang dipatok di level US$ 48 per barel, sudah jauh dari harga pasar yakni US$ 70 per barel.
Menurut Eni juga, pemerintah tidak bisa menambah subsidi kepada Pertamina tanpa persetujuan DPR. "Saya pikir harus ada pembahasan di APBN-P, karena jaraknya begitu jauh dengan asumsi ICP kita yang diputuskan US$ 48 per barel. Jangan sampai penambahan subsidi ditambah begitu saja," kata dia.
Sementara itu, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan meski harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) terus meningkat, pemerintah tetap tidak menaikkan harga BBM Solar dan Premium. Nantinya pemerintah akan mensubsidi memanfaatkan selisih harga minyak (windfall profit).
(Baca: Subsidi Solar Naik Rp 4,1 Triliun, Pemerintah Klaim Defisit APBN Aman)
Arcandra menghitung secara kasar per tahun pemerintah bisa mengantongi Rp 30 triliun akibat kenaikan harga minyak. Keuntungan itu dengan asumsi ICP US$ 60 per barel. "Jadi revenue tidak berkurang. Kalau dilaksanakan Pertamina terbantu," kata dia.