Kemenkeu Paparkan Insentif Pajak Buat Perbaiki Defisit Neraca Jasa

Rizky Alika
16 Juli 2018, 18:23
Suahasil Nazara
Arief Kamaludin|KATADATA
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara.

Defisit neraca jasa menjadi penyumbang besar defisit transaksi berjalan. Tahun lalu, dari defisit transaksi berjalan yang sebesar US$ 17,29 miliar, sebanyak US$ 7,86 miliar di antaranya berasal dari defisit neraca jasa. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara pun memaparkan insentif pajak yang sudah diterapkan dan perlu diperluas buat menekan defisit jasa perjalanan.

Ia menjelaskan, pemerintah telah menerapkan insentif libur pajak (tax holiday) untuk investasi di bidang industri manufaktur. Harapannya, ekspor jasa manufaktur bisa bertumbuh sehingga memberi dampak positif terhadap neraca jasa. Namun, ia menilai perlu insentif lebih jauh buat mendukung perbaikan neraca jasa, yaitu dengan perluasan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas ekspor jasa.   

Menurut dia, jasa yang dikonsumsi di luar negeri semestinya tidak perlu membayar PPN dalam negeri. "Logikanya sama dengan pembebasan PPN untuk produk barang," kata dia dalam dialog publik peluang dan tantangan ekspor jasa Indonesia di Gedung Pakarti Center, Jakarta, Senin (16/7).

(Baca juga: Investor Baru di 17 Industri Pionir Bisa Libur Pajak Hingga 20 Tahun)

Namun, ia mengatakan perluasan pembebasan PPN ekspor jasa masih memiliki isu yaitu soal pengawasan konsumsi agar kebijakan tersebut tidak justru dimanfaatkan untuk transfer pricing. Maka itu, pemerintah tengah mendiskusikan langkah untuk memastikan ekspor jasa dikonsumsi di luar negeri.

Secara rinci, defisit neraca jasa yang sebesar US$ 7,86 miliar tahun lalu, terutama berasal dari defisit pada jasa transportasi yaitu US$ 6,83 miliar, disusul jasa bisnis lainnya US$ 1,89 miliar, biaya penggunaan kekayaan intelektual US$ 1,8 miliar, serta jasa telekomunikasi, komputer dan informasi yang sebesar US$ 1,52 miliar. “Jadi kita beli jasa di luar lebih banyak dari pada jasa kita,” ujar dia.

Di sisi lain, jasa perjalanan tercatat memperingan defisit pada neraca jasa lantaran mengalami surplus sebesar US$ 4,23 miliar. Hal itu seiring dengan terus meningkatnya kunjungan turis mancanegara ke dalam negeri yang diikuti dengan kenaikan pengeluarannya. 

Mengacu pada data itu, Suahasil pun menyebut perlunya mendorong sektor pariwisata untuk mendukung jasa perjalanan dan meredam defisit neraca jasa. Adapun melihat target kunjungan turis mancanegara, tren surplus di sektor jasa perjalanan tampaknya masih akan naik. "Jasa perjalanan itu masih positif. Tahun 2014 jumlah kunjungan turis 9,4 juta, tahun lalu 14 juta, tahun ini harapannya mencapai 15 juta," kata dia.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...