Pembatasan Komoditas Impor Mayoritas Akan Menyasar Barang Konsumsi
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan proses seleksi 500 komoditas impor sebagian besar kemungkinan akan ditujukan untuk jenis barang konsumsi. Pemerintah tengah mengevaluasi impor barang sebagai upaya untuk menekan defisit neraca perdagangan dan mengendalikan nilai tukar.
"Akan direview lagi dan kebanyakan untuk barang konsumsi. Bahan baku tentu tidak dipersulit dan juga barang modal," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/8).
Ia mengatakan, beberapa komoditas impor yang akan dievaluasi pemerintah adalah komoditas plastik dan bahan untuk farmasi yang rencananya akan dikurangi dan disubtitusi dengan produksi dalam negeri. "Misalnya bahan baku plastik, kita ada 2 pabrik," ujarnya.
(Baca : Pengusaha Minta Pengendalian Barang Impor Tak Menyasar Bahan Baku)
Sedangkan untuk barang yang masih diperlukan untuk bahan baku industri, menurut Airlangga impornya tak akan dipersulit.
Airlangga mengatakan pemerintah sudah membahas hal ini dengan para pelaku industri. Dengan demikian, dia mengklaim, kebijakan ini tidak akan menurunkan daya saing dan produktivitas industri.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan untuk mengidentifikasi jenis barang impor yang bisa disubtitusi atau diproduksi di dalam negeri. Dengan begitu, pemerintah segala impor barang konsumsi, bahan baku penolong maupun barang modal nantinya akan mulai dijaga dan diawasi.
(Baca : Tekan Defisit Dagang, Pemerintah Evaluasi 500 Komoditas Impor)
Senada dengan Sri Mulyani, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan juga menuturkan produk impor yang memiliki substitusinya bakal didorong dari industri dalam negeri. Dia mengatakan fokusnya bakal didorong ke arah seleksi impor bahan baku penolong.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengungkapkan pengendalian komoditas impor juga harus dibarengi dengan penguatan komoditas ekspor, seperti minyak kelapa sawit atau karet yang memiliki tingkat kandungan lokal tinggi.
(Baca : Neraca Perdagangan Juli Defisit US$ 2,03 Miliar, Terbesar Sejak 2013)