Produsen Biodiesel Masih Hadapi Kendala dalam Penerapan B20
Kewajiban pencampuran 20% minyak nabati ke dalam bahan bakar solar atau mandatori B20 akan mulai berlaku dalam hitungan hari. Namun demikian, penerapan mandatori B20 agaknya belum sepenuhnya berjalan mulus karena masih ada sejumlah kendala, salah satunya pada proses distribusi.
Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) menyatakan masih ada beberapa kendala dalam penerapan mandatori biodiesel 20% (B20) dari sektor Public Service Obligation (PSO) ke non-PSO.
Ketua Harian Aprobi Paulus Tjakrawan menjelaskan pemetaan proses distribusi biodiesel baru mencapai 87% terkait penyebarannya ke seluruh wilayah Indonesia. “Masing-masing tempat mempunyai permasalahan yang spesifikasinya berbeda,” kata Paulus di Jakarta, Kamis (30/8).
Seperti pada proses pendistribusian dari Sibolga, Sumatera Utara ke Pulau Nias yang masih memiliki keterbatasan jumlah Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP). Sementara itu, pada Pelabuhan di Lampung ada sistem yang membuat kapal antre sehingga dapat memperlambat waktu distribusi.
(Baca : Jelang Penerapan B20, Hanya Dua dari 11 Perusahaan yang Teken Kontrak)
Paulus juga menyebutada kendala pengiriman ke wilayah yang sulit terjangkau seperti ke Maumere, Nusa Tenggara Timur, termasuk jua di antaranya penyaluran kebutuhan B20 ke wilayah perbatasan atau kawasan berikat (bonded zone). .
“Mereka saja harus menggunakan solar impor, yang mana ongkos kirimnya bisa mencapai Rp 35 ribu per liter,” ujarnya.
Selain itu, kondisi cuaca dan ombak besar juga bisa memperlambat waktu pengiriman. Namun, Aprobi yakin penerapan mandatori B20 bisa tetap berjalan, meskipun secara bertahap.
Untuk menghadapi permasalahan teknis dalam logistik, produsen biodiesel telah bertemu dengan PT ASDP Ferry Indonesia, PT Pelindo, serta Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Paulus menuturkan semua pihak telah menyetujui untuk memprioritaskan B20 dalam proses pengiriman. PT Pertamina juga telah berkomitmen untuk membantu proses distribusi.
Tak hanya itu, menurutnya pihak produsen pun ikut menawarkan bantuan penyewaan kapal di daerah strategis untuk mempermudah prodoses pendistribusian biodiesel oleh Pertamina. Sebab, jika Pertamina membangun gudang penyimpanan baru, maka bisa memakan waktu minimal enam bulan.