Realisasi Utang Turun 25%, Sri Mulyani: Pengelolaan Semakin Hati-hati
Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan atau utang sepanjang Januari hingga September 2018 sebesar Rp 292,8 triliun atau turun 25,1% secara tahunan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan capaian tersebut menunjukkan pengelolaan utang semakin hati-hati.
"Ini sesuai dengan suasana tingkat suku bunga yang meningkat dan market yang tidak pasti, sejalan pula dengan upaya untuk mengurangi biaya utang," kata dia dalam Konferensi Pers Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (17/10).
(Baca juga: Ketidakpastian Global Meningkat, Yield Obligasi Pemerintah Naik)
Realisasi pembiayaan mengalami penurunan dalam dua tahun belakangan. Pada September 2017, realisasinya tercatat Rp 393,7 triliun atau turun 0,7% secara tahunan, berbalik dari lonjakan sebesar 32,4% pada September 2016. Pada September tahun ini, realisasinya turun semakin drastis yaitu sebesar 25,1%.
Secara khusus, realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto tercatat sebesar Rp 308,8 triliun atau turun 19,1% secara tahunan per September tahun ini. Sementara itu, pada September 2017, realisasinya tercatat Rp 381,7 trilun atau turun 1,8% secara tahunan.
Adapun, penurunan pembiayaan tersebut dimungkinkan seiring dengan defisit anggaran yang lebih rendah. Tahun ini, pemerintah memproyeksikan defisit anggaran sebesar Rp 314,2 triliun atau 2,12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari target Rp 325,93 triliun atau 2,19% terhadap PDB.
Baik proyeksi maupun target defisit tersebut juga lebih rendah dibandingkan realiasi defisit pada 2017 yang sebesar Rp 345,8 triliun atau 2,57% terhadap PDB.
Dengan perkembangan tersebut, total utang pemerintah pusat per September 2018 tercatat sebesar Rp 4.416 triliun atau setara dengan 30,47% terhadap PDB. Rasio utang lebih tinggi dibandingkan Agustus yang sebesar 30,31%. Meski begitu, pemerintah menjelaskan rasio utang masih jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan Undang-Undang Keuangan Negara yaitu 60% terhadap PDB.
(Baca juga: Rasio Utang Pemerintah Tembus 30% terhadap PDB, Amankah?)
Secara khusus, pinjaman multilateral tercatat mengalami peningkatan yang tinggi dibandingkan pinjaman luar negeri lainnya. Mengutip penjelasan dalam laporan APBN Kita, pemerintah mengutamakan pinjaman multilateral lantaran biayanya lebih murah dibandingkan jenis pinjaman lainnya. Selain itu, ada keuntungan lain dari jenis pinjaman tersebut seperti alih teknologi, hingga peluang untuk saling bertukar pengalaman dan keahlian.
Meski begitu, peran SBN tetap paling dominan sebagai sumber pembiayaan. Hingga akhir September 2018, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN yaitu sebesar Rp 3.593 triliun atau 81,36% dari total utang pemerintah pusat. Sementara itu, pinjaman luar negeri tercatat sebesar Rp 816,73 triliun (18,46%), dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 6,38 triliun (0,14%).