Akses Modal Terbuka, Film Berkembang Pesat dalam 5 Tahun
Ekonomi kreatif subsektor perfilman dinilai sebagai bidang usaha yang bakal tumbuh pesat dalam 5 tahun depan. Bisnis ini semakin prospektif seiring kehadiran lembaga keuangan yang fokus membiayai mereka.
Hal itu diutarakan praktisi ekonomi kreatif Ben Subiakto kepada Katadata.co.id. Lulusan jurusan komunikasi visual ini berkecimpung di ekonomi kreatif (ekraf) setidaknya sejak 2008. Dia sempat mendirikan sejumlah perusahaan di bidang ekraf, seperti Octovate Group.
Ben yang kini menjabat Co-Founder & CMO Muslimarket.com menuturkan, keberanian lembaga keuangan nonbank membiayai film selayaknya berdampak positif terhadap produktivitas dan kapabilitas para pembuat film (filmmakers).
"Kita lihat bisnis tech startup sekarang sudah besar. Kami harapkan industri kreatif lain yang bisa seperti itu adalah perfilman," katanya ditemui usai jumpa pers Ideafest 2018, Jakarta, Senin (23/10).
Ben menuturkan, bisnis rintisan (startup) berbasis teknologi digital mulai berkembang 10 tahun lalu. Seiring dengan digitalisasi teknologi, tech startup kini menjadi bisnis yang dilirik banyak investor. Industri film diharapkan bisa seperti itu pula pula.
(Baca juga: Pendanaan Film, Produser Mira Lesmana Belum Pernah Dibiayai Bank)
Produk film yang diperkirakan bakal tumbuh pesat dalam 5 tahun mendatang selain film komersil di bioskop adalah serial. Hal ini sejalan dengan berkembangnya jaringan film over the top (OTT), seperti Viu. Lebih dari itu, imbuh Ben, Indonesia memiliki potensi kekayaan intelektual pada kaum muda dan inilah modal utama industri film.
"Para filmmaker dulu dapat duit nomor satunya dari bioskop tetapi sekarang ada platform teknologi, seperti OTT itu. Teknologi bisa membantu pelaku ekraf mempercepat perkembangan bisnisnya," ucap pria yang juga menjabat Co-Chairman Ideafest 2018 tersebut.
Tantangan pendanaan di industri perfilman ke depan diyakini semakin bisa diatasi. Sikap optimis ini sejalan dengan kehadiran sejumlah perusahaan modal ventura, seperti Ideosource, yang fokus memberi pembiayaan kepada filmmaker.
Semakin banyak lembaga keuangan nonbank di dalam negeri yang masuk dapat merangsang investor asing untuk turut serta. Apalagi, jika para modal ventura lokal dapat membuktikan bahwa industri film Indonesia menguntungkan.
Ben berpendapat, kesediaan investor mendanai suatu proyek film tidak hanya dari nama besar filmmaker. "Prospek pasar dari ceritanya bagaimana? Dipetimbangkan pula ini cerita original atau adatapsi. Sutradaranya siapa, barulah siapa saja yang main," ujar dia.
Sementara itu, Jon Kuyer selaku Production Executive Film The Hunger Games: Mocking Jay mengutarakan, agar dapat menghasilkan skenario cerita yang dapat diterima pasar maka pembuat film harus kuat pada sisi riset.
"Pada dasarnya, siapa yang akan tahu dan jamin bahwa ini akan jadi film yang sukses. Kita yang pertama-tama harus yakin dengan film yang kita garap. Lakukan yang berbeda dan pikirkan pula distribusinya," tutur Jon.
(Baca juga : Bekraf Bidik PDB Ekonomi Kreatif Rp 1.200 Triliun pada 2019)
Ruang Dialog
Perfilman hanya salah satu dari 16 subsektor ekonomi kreatif yang dikawal pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Guna mengakomodir aspirasi berbagai pihak serta memperluas jejaring bagi pelaku bisnis dibutuhkan ruang dialog.
Ideafest merupakan salah satu festival di bidang ekonomi kreatif. Acara tahunan ini berusaha membuka ruang dialog tersebut dengan mempertemukan pemerintah, pelaku bisnis, serta investor. Ideafest akan berlangsung pada 26 - 27 Oktober 2018 di Jakarta.
"Ada 700 orang yang melakukan showcasing produknya, baik fesyen, kuliner, film, teknologi, dan lain-lain. Ada 160 pembicara mencakup sepuluh dari luar negeri, seperti produser Hollywood Mario Kassar," kata Ben.
Ideafest tahun ini menargetkan 15.000 audiens hadir dan berpartisipasi aktif. Selain konferensi akan digelar juga sesi lokakarya dan kolaborasi antarpelaku usaha di industri kreatif.