Tiga Persoalan Sebelum Pemerintah Tarik Pajak Produk Digital

Desy Setyowati
25 Oktober 2018, 16:37
Pajak
Katadata | Arief Kamaludin

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat ada tiga persoalan sebelum menarik pajak digital, khususnya dalam hal jasa. Saat ini, persoalan subjek pajak sudah teratasi, namun masih ada dua persoalan yang masih dicari solusinya.

Kepala Pusat Pendapatan Kebijakan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rofyanto Kurniawan menjelaskan, persoalan subjek pajak sudah teratasi karena negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sepakat bahwa negara yang menjadi konsumen dari produk digital berhak memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Untuk PPN, muncul konsep baru yakni pemajakan berdasarkan tujuan negara atau konsumennya. Ini sudah disepakati. Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPh) belum ada konsensusnya," kata dia saat diskusi yang digelar oleh Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) di Jakarta, Kamis (25/10).

Namun masih ada dua persoalan lain yang dihadapi pemerintah untuk memungut PPN atas barang atau jasa digital, yakni objek pajak dan bea masuknya. Ia menyadari gurita bisnis digital sangatlah luas, bukan hanya dari sisi model usahanya tetapi juga jenis pendapatannya yang menjadi dasar objek pajak.

(Baca juga: Pelajaran Pajak Digital dari Amazon dan Australia)

Ia mencontohkan, pendapatan layanan on-demand Go-Jek berasal dari komisi mitra. Dari mitra pengemudi ataupun pedagang, Go-Jek memungut komisi hingga 25% dari transaksi. Lalu, layanan video on demand (VoD) seperti iflix atau HOOQ mendulang untung dari iklan hingga menjual data. Nah, PPN jasa seperti inilah yang tengah dikaji oleh Kemenkeu.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...