KPK Dalami Asal Aliran Suap Izin Meikarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendalami aliran suap perizinan Meikarta yang diduga untuk Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat dinas di bawahnya. Untuk itu, lembaga anti rasuah ini telah memeriksa 12 saksi untuk Direktur Operasional Grup Lippo Billy Sindoro pada Kamis kemarin.
Selain terkait aliran suap, KPK mendalami pengetahuan 12 saksi tersebut tentang proses dan syarat-syarat dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek Meikarta. “KPK mulai mendalami asal-usul uangnya,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/10).
(Baca juga: Skandal Meikarta yang Menggoyang Pohon Bisnis Grup Lippo).
Ke-12 saksi yang kemarin dipanggil antara lain Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Toto Bartholomeus dan Direktur PT Lippo Cikarang Ketut Budi Wijaya. Di bawah mereka ada enam staf Lippo Cikarang bernama Novan, Endrikus, Ronald, Sri Tuti, Dianika dan Josiah.
Saksi dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi yaitu Kepala Bidang Sarana dan Prasarana yang merangkap Kepala Bagian Kerja Sama Antardaerah di Sekretariat Pemda Eka Hidayat Taufik dan Pengelola Dokumen Perizinan pada Seksi Penerbitan Perizinan Tata Ruang dan Bangunan Lucki Widiyani. KPK juga memeriksa dua Analis Penerbitan Pemanfaatan Ruang pada Seksi Penerbitan Perizinan Tata Ruang dan Bangunan, yakni Kusnadi Hendra Maulana dan Ujang Tatang.
Billy sendiri saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap perizinan proyek Meikarta. Billy diduga memberikan suap bersama dua orang konsultan Grup Lippo bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta satu pegawai Lippo bernama Henry Jasmen.
Keempatnya diduga menyuap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat anak buahnya senilai Rp 7 miliar dari total komitmen fee Rp 13 miliar. Suap diduga diberikan untuk memuluskan berbagai perizinan pada fase pertama proyek Meikarta.
Setidaknya, terdapat tiga fase terkait izin yang sedang diurus untuk proyek seluas 774 hektare tersebut. Fase pertama proyek Meikarta diperkirakan untuk luasan 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare.
(Baca juga: Kronologi KPK Tangkap Tangan Suap Izin Proyek Meikarta)
Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Neneng bersama empat pejabat di bawahnya yang diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.