Rem Utang, Penerimaan Perpajakan Digenjot Buat Belanja Negara
Pemerintah menganggarkan pembiayaan utang sebesar Rp 359,3 triliun pada 2019, melanjutkan penurunan yang terjadi pada tahun ini. Hal tersebut seiring dengan strategi defisit anggaran yang lebih rendah imbas target pertumbuhan penerimaan yang melebihi belanja.
Tahun depan penerimaan negara dipatok sebesar Rp 2.165,1 triliun, naik 13,76% dibandingkan proyeksi realisasi tahun ini yang sebesar Rp 1.903 triliun. Kontributor utamanya yaitu penerimaan perpajakan yang ditarget mencapai Rp 1.786,4 triliun, naik 15,36% dibandingkan proyeksi realisasi tahun ini sebesar 1.548,4 triliun.
Di sisi lain, belanja negara ditargetkan sebesar Rp 2.461,1 triliun, naik 11% dibandingkan proyeksi realisasi tahun ini Rp 2.217,2 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran direncanakan sebesar Rp Rp 296 triliun atau 1,84% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari proyeksi realisasi tahun ini sebesar Rp 314 triliun atau 2,12% terhadap PDB.
"Desain 2019 menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengelola APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) secara sehat, mandiri, dan mengurangi exposure utang," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers di Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu (31/10).
(Baca juga: Rizal Ramli Bertemu Sri Mulyani, Bukan Bahas Utang Malah Bercanda)
Pemerintah menganggap target tinggi pertumbuhan penerimaan perpajakan masih realisatis. Meskipun, pertumbuhannya di atas rata-rata sepanjang 2008-2017 yang sebesar 11,1%. Namun, dalam rapat di parlemen beberapa waktu lalu, Sri Mulyani sempat menjelaskan bahwa diperlukan usaha lebih untuk mencapai target penerimaan negara, secara khusus dari sisi pajak.
Dengan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5% dan inflasi 3,5%, maka Produk Domestik Bruto (PDB) naik 8,5%. Ini artinya, bila bergerak bersama ekonomi, pertumbuhan pajak hanya akan naik 8,5%. “Namun kami mematok penerimaan pajak harus naik 16% itu berarti jajaran pajak harus extra effort," kata dia, ketika itu.
Meski penerimaan pajak terkesan ambisius, ia memastikan aparat pajak akan mencari penerimaan pajak secara terukur. Di sisi lain, Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menyatakan tidak ada upaya baru untuk mengejar target pajak. “Menjalankan yang sudah ada saja. Pemanfaatan AEoI (Automatic Exchange of Information),” kata dia. Lewat AEoI domestik dan internasional, Ditjen Pajak telah mulai menerima data keuangan warga negara Indonesia.
(Baca juga: Ambisi Penerimaan Negara Tinggi di Tengah Risiko Laju Ekonomi Melambat)
Adapun, pertumbuhan tinggi perpajakan diharapkan bisa semakin meningkatkan kemandirian negara dalam membiayai belanja. Pemerintah melansir, kontribusi penerimaan perpajakan meningkat dalam pembiyaan belanja. Pada 2014, kontribusinya sebesar 74% sedangkan pada 2019 ditargetkan menjadi 82,5%.
Rincian Pembiayaan Utang 2019
Pembiayaan utang yang sebesar Rp 359,3 triliun pada 2019 terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) (neto) sebesar Rp 388,957 triliun, pinjaman (neto) sebesar minus Rp 29,7 triliun. Sebagian besar utang bakal digunakan untuk membiayai defisit anggaran 2019 yang sebesar Rp 296 triliun.
Secara rinci, pinjaman dalam negeri (neto) tercatat sebesar Rp 482,42 miliar, terdiri dari penarikan pinjaman dalam negeri (bruto) Rp 1,95 triliun dikurangi pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri minus Rp 1,47 triliun.
Sementara itu, pinjaman luar negeri (neto) tercatat sebesar minus Rp 30,19 triliun, terdiri dari penarikan pinjaman luar negeri (bruto) Rp 60,28 triliun, dan pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri minus Rp 90,470 triliun.
Sri Mulyani menyebut dua strategi utang tahun depan yaitu prioritas penarikan utang dalam rupiah agar tetap berdaya tahan (resilience) terhadap gejolak nilai tukar. Kemudian, optimasilasi potensi investor domestik untuk pendalaman pasar sekaligus pengendalian kepemilikan asing atas SBN.
Ia memastikan, utang akan digunakan untuk kegiatan produktif, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) bakal dijaga di level yang aman, begitu juga dengan komposisi utang, dan tingkat solvabilitas. Peningkatan efesiensi bunga utang juga jadi fokus.
Pembiayaan utang berada dalam tren naik hingga tercatat sebesar Rp 429,1 triliun pada 2017 lalu. Pembiayaan utang berbalik turun mulai tahun ini menjadi sebesar Rp 387,36 triliun. Penurunan ditargetkan berlanjut ke tahun depan menjadi Rp 359,3 triliun.