Kurs Rupiah Menguat Lagi ke Level 14.000 Berkat Pasar Valas Berjangka
Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada level 14.955 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan di pasar harian (spot), Jumat (2/11). Ini merupakan level terkuat dalam satu bulan belakangan. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan penguatan terjadi seiring berjalannya pasar valas berjangka Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dan berlanjutnya arus masuk dana asing.
Perry menjelaskan operasional DNDF telah dimulai pada Senin, (1/11). Sebanyak 11 bank melakukan transaksi DNDF dan terus bertransaksi pada Jumat (2/11). Nilai tukar rupiah di pasar DNDF menguat ke kisaran Rp 15.120 per dolar AS, dan diikuti oleh kurs rupiah di pasar NDF luar negeri. Seiring kondisi tersebut, kurs rupiah di pasar spot menguat. Hal ini menunjukkan permintaan dan pasokan di pasar valas dalam negeri membaik.
"Jadi ini penguatan rupiah itu adalah memang murni mekanisme pasar supply demand. Oleh karena itu, saya sampaikan terima kasih kepada kalangan perbankan, pelaku pasar keuangan, dan juga pelaku korporasi yang memang secara aktif bertransaksi di pasar valas," kata dia di Kompleks BI, Jakarta, Jumat (11/2).
(Baca juga: Risiko Melemahnya Rupiah Semakin Besar Menjelang 2019)
Lebih lanjut, ia mengatakan, penguatan kurs rupiah juga seiring dengan bertambahnya pasokan valas imbas arus masuk dana asing ke pasar keuangan, khususnya pasar Surat Berharga Negara (SBN) "Minggu ini sekitar Rp 1,9 triliun sehingga neto secara keseluruhan, ada aliran modal asing masuk ke SBN kurang lebih Rp 28,9 triliun," ujarnya.
Menurut dia, arus masuk dana asing ini menunjukkan kepercayaan pelaku pasar internasional terhadap langkah kebijakan moneter BI dan kebijakan fiskal pemerintah, termasuk langkah koordinasi untuk menurunkan defisit transaksi berjalan. Meskipun, ada faktor global juga yang memengaruhi kepercayaan pelaku pasar yakni berkurangnya ketegangan seputar perang dagang antara AS dan Tiongkok.
(Baca juga: Gubernur BI: Cadangan Devisa Meningkat di Oktober)
Adapun memanasnya perang dagang memunculkan kekhawatiran bakal terganggunya perekonomian global. Hal ini turut memicu pelarian dana ke aset dalam dolar AS sebagai safe haven.