BI Kerek Bunga Acuan Jadi 6% Buat Amankan Defisit Transaksi Berjalan

Rizky Alika
15 November 2018, 15:20
Bank Indonesia
Donang Wahyu|KATADATA

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6%. Keputusan tersebut terkait upaya menurunkan defisit transaksi berjalan – perdagangan (ekspor-impor) barang dan jasa -- yang tercatat melebar sejak kuartal II lalu melebihi batas aman 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

“Keputusan tersebut sebagai langkah lanjutan BI untuk memperkuat upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke batas aman,” kata Gubernur BI Perry Warjio dalam Konferensi Pers di Gedung BI, Kamis (15/11). “Kenaikan bunga acuan juga untuk meningkatkan daya tarik aset keuangan domestik, dengan mengantisipasi suku bunga global beberapa bulan ke depan.”

Penurunan defisit transaksi berjalan dan peningkatan daya tarik aset keuangan domestik tidak lain adalah untuk menjaga stabilitas makro ekonomi, khususnya nilai tukar rupiah. Dengan defisit transaksi berjalan yang lebih rendah maka artinya kebutuhan valas untuk perdagangan internasional lebih terkendali. Dengan begitu bisa meredam tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

Di sisi lain, peningkatan daya tarik pasar keuangan domestik -- khususnya Surat Berharga Negara (SBN) – seiring kenaikan bunga acuan, diharapkan bisa mendorong arus masuk dana asing sehingga menambah pasokan valas. Dengan begitu, bisa menambal kekurangan valas atau defisit pada transaksi berjalan.

(Baca juga: Investor Asing Pegang Obligasi Negara Rp 881 T, Tertinggi di 2018)

Ke depan, Perry menjelaskan, pihaknya akan mengoptimalkan bauran kebijakan demi menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Koordinasi dengan pemerintah juga akan diperkuat untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke level 2,5% terhadap PDB pada 2019.

Tahun ini, BI memproyeksikan defisit transaksi berjalan bakal membaik sehingga bisa turun ke bawah 3% terhadap PDB untuk keseluruhan tahun 2018. Proyeksi ini, menurut Perry, sudah dengan memperhitungkan neraca perdagangan Oktober yang masih defisit besar pada Oktober lalu yaitu US$ 1,82 miliar, berbalik dari suplus US$ 227,1 juta pada September lalu.

Sejalan dengan kenaikan bunga acuan, BI mengerek suku bunga simpanan (deposit facility) dan fasilitas pinjaman (lending facility) sebesar 0,25% masing-masing ke level 5,25% dan 6,75%.

(Baca juga: Aliran Masuk Dana Asing dan Penguatan Rupiah Diuji Jelang Akhir Tahun)

Adapun keputusan BI menaikkan bunga acuan di luar prediksi para ekonom. Peneliti Senior Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) Febrio Kacaribu memproyeksikan bunga acuan tetap seiring pergerakan positif nilai tukar rupiah beberapa waktu belakangan.

Ia memprediksikan kenaikan bakal dilakukan bila bank sentral AS meningkatkan bunga acuannya pada Desember mendatang. "(Kenaikan) Desember, bukan sekarang karena sekarang sudah mulai stabil kondisinya (nilai tukar rupiah)," kata dia beberapa waktu lalu.

Setali tiga uang, Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga memprediksikan BI tidak akan mengerek bunga acuannya sampai Fed Fund Rate naik. Perkiraan tersebut dengan mempertimbangkan arus masuk dana asing (capital inflow) yang masih terjadi serta kondisi rupiah yang stabil.

Melebarnya Pelebaran defisit transaksi berjalan dinilainya tidak akan memaksa BI untuk mengerek bunga acuan demi meredam tingginya impor imbas aktivitas ekonomi. Sebab, kenaikan defisit transaksi berjalan sudah diperhitungkan sebelumnya.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...