Rupiah Perkasa Ditopang Meredupnya Sinyal Kenaikan Agresif Bunga AS
Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), bakal mengumumkan kebijakan bunga acuan pada Rabu (19/12) waktu Washington D.C. Pelaku pasar melihat kemungkinan The Fed memperlambat langkahnya mengerek bunga acuan di tengah berkembangnya ketakutan akan resesi (fears of recession). Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pun menguat tajam dalam dua hari perdagangan.
Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah sempat mengalami penguatan paling besar di antara mata uang Asia lainnya pada perdagangan di pasar spot, Rabu (19/12) siang. Nilai tukar rupiah sempat menyentuh level 14.352 per dolar AS, menguat 1,03% dibandingkan penutupan sehari sebelumnya, atau total 1,5% dalam dua hari perdagangan.
Saat berita ini ditulis, penguatan nilai tukar rupiah tergerus ke posisi Rp 14.438 per dolar AS, atau terapresiasi 0,43% dibandingkan penutupan sehari sebelumnya. Apresiasi ini merupakan yang terbesar kedua di Asia, setelah won Korea Selatan yang menguat 0,58%.
(Baca juga: Tekanan Kurs Rupiah Mereda, Bank Dunia Ingatkan RI Agar Tidak Terbuai)
Sementara itu, rupee India tercatat menguat 0,23%, yen Jepang 0,16%, dolar Taiwan 0,12%, dolar Singapura 0,11%, dan baht Thailand 0,05%. Sedangkan mata uang Asia lainnya, yaitu yuan Tiongkok, ringgit Malaysia, peso Filipina, dan dolar Hong Kong tercatat melemah tipis kurang dari 0,2%.
Kemungkinan perlambatan kenaikan bunga acuan AS mengemuka seiring kekhawatiran akan resesi di AS. Hal itu seiring dengan kondisi kurva terbalik yield obligasi AS. Beberapa data ekonomi AS juga menunjukkan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Apalagi, stimulus fiskal dari paket pemangkasan pajak pemerintahan Donald Trump berpotensi memudar.
Selain itu, harga minyak mentah dunia yang berbalik turun bisa menjadi disinsentif bagi industri shale gas AS. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS bakal melemah dari 3% tahun ini menjadi hanya 2,5% tahun depan. Di sisi lain, ekonomi Eropa dan Tiongkok melambat.
(Baca juga: Harga Minyak WTI Sentuh Level US$ 40, Terendah dalam 15 Bulan)
Menjelang rapat petinggi The Fed dua hari ini, Trump juga sempat mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan The Fed agar tidak membuat kesalahan lagi. Sebelumnya, Trump menyebut The Fed gila lantaran terus melanjutkan kenaikan bunga di tengah upayanya menggenjot ekonomi.
Adapaun akhir November lalu, Gubernur The Fed Jerome Powell juga sempat memberikan sinyal arah kebijakan moneter yang lebih hati-hati di tengah banyaknya ketidakpastian. Ia menganalogikan sikap The Fed dalam menentukan bunga acuan layaknya memasuki ruang gelap dengan banyak furnitur.
“Apa yang akan Anda lakukan?” kata Powell. “Anda melangkah pelan-pelan. Anda mungkin akan berjalan tidak terlalu cepat. Anda merasakan langkah Anda. Di kondisi tidak pasti seperti ini, Anda berhati-hati. Saya pikir itu yang sedang kami lakukan.”
(Baca juga: Menko Darmin Harapkan Hot Money Bawa Rupiah Kembali ke 13.000)
Ia juga sempat menyebut level bunga acuan saat ini sebagai “just below” atau sedikit di bawah kisaran “neutral” alias normal, yaitu level yang dipercaya The Fed tidak akan mengakselerasi ataupun memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pernyataan tersebut berubah dari sebelumnya “a long way” atau jauh dari “neutral”.
Sebelumnya, para petinggi The Fed berekspektasi kenaikan satu kali lagi Desember ini dan tiga kali lagi tahun depan. Pelaku pasar telah mengantisipasi kenaikan pada Desember ini. Namun, masih menunggu proyeksi terbaru The Fed tentang potensi kenaikan di tahun depan.
Reuters memberitakan, para ekonom menduga proyeksi terbaru dari The Fed kenaikan bunga acuan sebanyak dua kali tahun depan. Sementara itu, traders tidak melihat kenaikan satu kali pun.
Kepala Ekonom Northern Trust Carl Tannenbaum mengatakan ekonomi tengah berada di titik perubahan. “Anda kemungkinan besar melihat pertumbuhan melambat. Anda tidak tahu berapa banyak pertumbuhan dan pertumbuhan seperti apa yang tersisa setelah stimulus fiskal memudar. Dan itulah mengapa mereka tidak tahu apakah mereka perlu nol, satu, atau lebih banyak kenaikan suku bunga,” kata dia seperti dikutip Reuters.