Sineas Minta Komisi Film Fokus Promosikan Insentif di Daerah
Peningkatan geliat ekonomi daerah melalui industri perfilman ditempuh pemerintah melalui kehadiran Komisi Film Daerah. Pebisnis berharap KFD tak hanya mengakomodir kebutuhan teknis pembuatan film tetapi aktif pula memasarkan potensi masing-masing daerah.
Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Fauzan Zidni menyatakan, perizinan terkait pembuatan film sebetulnya relatif mudah ditangani. Oleh karena itu, insan film lebih membutuhkan peran KFD untuk mendorong daerah aktif memasarkan keunggulannya.
"(Kemudahan) perizinan perlu, tetapi lebih perlu agar KFD bisa memfasilitasi promosi daerah. Jadi mereka (daerah) lebih reach out kepada kami sembari promosikan diri bahwa di daerahnya tersedia insentif apa," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (31/12).
(Baca juga: Sepuluh Film Indonesia Terlaris Sepanjang 2018)
KFD ditujukan untuk mempermudah pengurusan izin. Selain menyediakan pelayanan terpadu satu pintu untuk berbagai kebutuhan teknis pembuatan film, lembaga ini juga dikabarkan bakal aktif memasarkan potensi suatu wilayah. Pasalnya, perfilman diarahkan sebagai salah satu katalisator pengembangan ekonomi kreatif daerah.
Berbagai tempat lokasi pembuatan film berpeluang merasakan dampak ekonomi terutama usai proses syuting. Tak heran, berbagai negara semakin giat mempromosikan dirinya untuk menjadi tempat pengambilan gambar. (Baca juga: Film Hits Hollywood dan Lokal Berebut Penonton pada Libur Akhir Tahun)
"KFD ini yang mempromosikan (kepada filmmaker) ada kemudahan apa saja yang bisa mereka berikan. Misal di AS (Amerika Serikat), kalau syuting di wilayah tertentu akan diberikan pelonggaran pajak, jadi banyak filmmaker berlomba ke sana," tutur Fauzan.
Menurutnya, insentif kepada insan film tidak melulu harus terkait pajak. Salah satu contoh, pemerintah daerah (pemda) dapat bekerja sama dengan pelaku usaha di bidang perhotelan memberikan paket harga khusus kepada insan film selama proses syuting.
(Baca juga: Industri Kreatif Butuh Insentif Pajak Sesuai Karakter Bisnisnya)
Mengutip Buku Pedoman Pembentukan KFD yang dirilis Badan Ekonomi Kreatif, berdasarkan studi Simon Hudson dan J.R. Brent Ritchie pada 2006 diketahui terdapat pengaruh cukup signifikan di antara pembuatan film terhadap peningkatan jumlah wisatawan ke wilayah bekas lokasi syuting.
Pembuatan film Braveheart (Mel Gibson, 1995) di Monumen Wallace, Skotlandia berhasil meningkatkan sekitar 300% jumlah pengunjung dalam setahun pascarilis. Contoh lain, The Lord of The Rings (Trilogy, 2001 - 2003) mendongkrak jumlah pelancong ke Selandia Baru sekitar 10% setiap tahun sejak 2002.
Walaupun studi yang sama belum tersedia di Indonesia tetapi sejumlah fenomena menunjukkan keterkaitan antara lokasi pembuatan film dengan lonjakan kunjungan wisatawan. Sebut saja film 5 CM (Rizal Mantovani, 2012) yang berimbas terhadap lonjakan pengunjung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dari rerata 2.500 wisatawan per tahun menjadi lebih dari 5.000.