Bupati Neneng Kembalikan Rp 8 Miliar dari Suap Perizinan Meikarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menerima pengembalian uang dari Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin sebesar Rp 2 miliar. Uang yang dikembalikan tersebut berasal dari kasus dugaan suap proses perizinan megaproyek Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi.
Sebelumnya, Neneng telah melakukan pengembalian uang dari kasus tersebut sebesar Rp 6 miliar. "Total dana yang dikembalikan (Neneng) sampai saat ini adalah Rp 8 miliar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah dalan keterangan tertulisnya, Jumat (4/1).
Menurut Febri, Neneng masih berencana mengembalikan uang suap tersebut ke depannya. Berdasarkan dakwaan Jaksa KPK terhadap Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, Neneng diduga menerima suap Rp 10,8 miliar dan SGD 90 ribu terkait proyek milik Lippo Group tersebut.
Febri mengatakan, KPK mengapresiasi pengembalian uang tersebut. Neneng dianggap kooperatif dengan proses penyidikan yang dilakukan KPK.
Meski tidak menghilangkan tindak pidana yang menjerat Neneng, pengembalian uang akan dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan proses hukum. "Kami menghargai pengembalian uang tersebut," kata Febri.
Neneng dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi diduga telah menerima suap dengan nilai Rp 16,18 miliar dan SGD 270 ribu. Suap tersebut diduga didapatkan dari Billy bersama dua orang konsultan Lippo bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Henry Jasmen P Sitohang.
(Baca: KPK Temukan Dugaan Manipulasi Tanggal dalam Perizinan Meikarta)
Suap tersebut juga diduga dilakukan bersama Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto, Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto, dan karyawan PT Lippo Cikarang Satriadi. Dakwaan tersebut juga menyebutkan adanya keterlibatan PT Lippo Cikarang melalui anak usahanya, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), pengembang proyek Meikarta.
Akibat perbuatannya, Neneng bersama empat pejabat di bawahnya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, Billy, Taryudi, Fitra, dan Jasmen telah didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Baca: BEI Akan Terus Pantau Perkembangan Kasus Suap Meikarta)