IHSG Naik 0,24%, Dana Asing Kembali Masuk ke Pasar Saham Indonesia
Indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini, Kamis (24/1), berakhir pada level 6.466,65 atau naik 0,24%. Dana asing kembali masuk ke pasar saham Indonesia dengan pembelian bersih oleh investor asing hari ini mencapai Rp 158,86 miliar.
Transaksi saham hari ini secara keseluruhan mencapai Rp 11,92 triliun dengan volume perdagangan saham mencapai 15,34 miliar saham yang ditransaksikan sebanyak 539.585 kali. Sebanyak 226 saham berkinerja positif, 189 saham turun, dan 134 saham stagnan.
Sektor yang paling besar berkontribusi mendorong kinerja IHSG hari ini yaitu sektor aneka industri yang melesat naik hingga 2,42%, diikuti sektor manufaktur yang naik 0,76%, barang konsumsi naik 0,35%, tambang naik 0,21%, serta keuangan naik 0,11%.
Pada penutupan perdagangan saham kemarin, Rabu (23/1), investor asing pertama kalinya sepanjang tahun ini membukukan penjualan saham bersih, yaitu senilai Rp 142,36 miliar. Tren tersebut bahkan sempat berlanjut hari ini, karena pada akhir perdagangan sesi I, investor asing membukukan jual bersih saham Rp 165,86 miliar.
(Baca: BEI Siapkan Pembukaan Rekening Efek Tanpa Tatap Muka)
Lima besar saham yang menjadi buruan investor asing hari ini yaitu PT Astra International Tbk (ASII) dengan pembelian bersih asing mencapai Rp 240,9 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rp 209,3 miliar, PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Rp 93 miliar, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) Rp 90,6 miliar, dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) Rp 65 miliar.
Kendati melakukan beli bersih saham, beberapa saham juga turut dilepas dengan nilai yang cukup besar. Tiga di antaranya merupakan saham bank dari kelompok BUKU 4 yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan penjualan bersih investor asing Rp 146,6 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 135,5 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 125,1 miliar.
Dengan demikian keluarnya dana asing pada perdagangan kemarin hanya menjadi aksi ambil untung sesaat oleh investor asing. Pasalnya, kondisi perekonomian global saat ini diperkirakan akan melambat seiring dengan diturunkannya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia oleh International Monetary Fund (IMF), yaitu sebesar 0,2% lebih rendah untuk tahun ini dan 0,1% lebih rendah tahun depan.
Sinyal melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia juga telah terlihat dari Jepang yang pada triwulan III 2018 pertumbuhan ekonominya turun 0,6%. Sementara itu neraca perdagangan Jepang juga membukukan defisit sebesar 1,2 triliun yen, yang merupakan defisit pertama sejak tiga tahun terakhir.
(Baca: Indosat Cari Pendanaan Melalui Surat Utang hingga Rp 10 Triliun)
Sebelumnya, ekonomi Tiongkok juga menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2018 yang hanya 6,6% merupakan laju pertumbuhan ekonomi terendah selama 28 tahun terakhir. Namun, pemerintah TIongkok bergerak cepat merumuskan stimulus agar perlambatan tidak berlanjut tahun ini.
Sementara di Amerika Serikat (AS), ekonomi AS terancam tidak tumbuh jika government shutdown tidak segera diakhiri. Padahal, bursa saham AS pada perdagangan kemarin ditutup naik yang didorong oleh kinerja keuangan perusahaan AS yang lebih baik dari yang diharapkan. Indeks Dow Jones naik 0,70%, S&P 500 naik 0,22%, dan Nasdaq naik 0,08%.
Ketua Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Kevin Hasset dalam wawancaranya dengan CNN, mengatakan jika penutupan terus berlangsung, pertumbuhan ekonomi AS triwulan I tahun ini akan mendekati nol persen.
"Jika [penutupan] diperpanjang hingga triwulan I berakhir, dan mengingat fakta bahwa triwulan pertama (pertumbuhan) cenderung rendah karena sisa musiman, maka pertumbuhan ekonomi bisa berakhir dengan angka yang sangat mendekati nol," kata Hasset.
(Baca: Asing Jual Sahamnya Rp 165 Miliar, IHSG Masih Naik 0,20%)