Kemenhub: Tidak Semua Pengemudi Ojek Online Ingin Tarif Naik
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah melakukan uji publik atas peraturan terkait ojek online di Medan, Bandung, Semarang, Makassar, dan Balikpapan. Berdasarkan uji publik tersebut, Kemenhub mengetahui bahwa tidak semua pengemudi ojek online ingin tarif naik.
Sebab, pengemudi ojek online di beberapa daerah seperti Semarang dan Makassar khawatir pesanan pelanggan akan turun jika tarif naik. "Kenaikkan tarif hingga Rp 3.100 per kilometer (km) itu hanya yang di DKI Jakarta. Ada juga daerah yang tidak mau (tarifnya) naik," ujar Direktur Angkutan Jalan dan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Ahmad Yani kepada Katadata, Senin (11/2).
Pemerintah pun masih mengkaji besaran tarif yang bakal diterapkan untuk ojek online secara nasional. Hanya, Kemenhub sempat menyebut bahwa tarif batas bawah bagi ojek online berkisar antara Rp 2.000 - 2.500 per kilometer.
Menurut Ahmad Yani, komponen penentu tarif ojek online akan mengacu pada angkutan umum seperti mikrolet."Komponen perhitungannya ada yang langsung dan tidak langsung," katanya.
(Baca: Kenaikan Tarif Ojek Online Berpotensi Memangkas Pertumbuhan Ekonomi)
Secara keseluruhan, ia optimistis aturan ojek online bakal dirilis pada Februari 2019. Sebab, hari ini (11/2) merupakan hari terakhir sosialisasi terkait aturan ojek online.
Sementara itu, Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Igun Wicaksono berharap, tarif naik dari kisaran Rp 2.000 per kilometer saat ini menjadi Rp 3.100 hingga Rp 3.500 per kilometer. Sebab, besaran ini mendekati tarif ketika awal pengemudi ojek online bergabung dengan aplikator seperti Gojek dan Grab, sekitar Rp 3.500 hingga Rp 4.000 per kilometer.
Supaya penumpang tidak beralih ke transportasi lain, ia berharap aplikator memberikan subsidi. "Jika ada metode subsidi dari aplikator untuk penumpang, akan lebih baik," kata Igun.
Ia juga optimistis, penumpang akan tetap menggunakan layanan ojek online. "Karena ojek online sudah menjadi alat transportasi ya g dibutuhkan masyarakat karena efisiensi dan kepraktisannya, point to point transportation," kata dia.
(Baca: Kenaikan Tarif Ojek Online Berpotensi Memangkas Pertumbuhan Ekonomi)
Hal senada disampaikan juga oleh Mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K Susilo. "Menurut saya kenaikkan yang ideal adalah 20%, win-win solution untuk pengemudi dan konsumen," kata dia.
Sebab, harga merupakan pertimbangan konsumen setelah keamanan, keselamatan, dan kenyamanan. Maka, jika tarif ojek online naik terlalu tinggi, ia khawatir masyarakat akan beralih ke kendaraan pribadi.
Akan tetapi, Kementerian Ketenagakerjaan harus memastikan bahwa aplikator seperti Gojek dan Grab memberikan kesejahteraan bagi mitra pengemudinya. Misalnya, dengan menyediakan subsidi tarif, asuransi terkait keselamatan kerja hingga asuransi untuk hari tua.