Ekonomi Kuartal I 5,07%, Tren Melambat Diramal Berlanjut Selama 2019
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2019 yang berada di level 5,07% menjadi indikator pelemahan yang akan terus berlangsung hingga akhir tahun. HSBC memperkirakan angka pertumbuhan sepanjang 2019 akan melambat secara bertahap ke level 5,0%, lebih rendah dari tahun sebelumnya di 5,2%.
Menurut ekonom HSBC Joseph Incalcaterra, angka pertumbuhan di kuartal pertama itu merupakan yang terendah dalam setahun terakhir. “Pelemahan ini terjadi akibat turunnya investasi karena pemerintah membatasi proyek infrastruktur,” ujar ekonom HSBC Joseph Incalcaterra dalam keterangan tertulisnya hari ini, Senin (6/5).
(Baca: Di Bawah Prediksi, Ekonomi Kuartal I-2019 Cuma Tumbuh 5,07%)
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal pertama 2019, investasi tercatat mengalami pelemahan pertumbuhan, yaitu 5,03%, turun drastis dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 7,94%. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) terus tergerus, bahkan terendah dalam enam kuartal terakhir.
Di sisi lain, kinerja ekspor menunjukkan penurunan. Pertumbuhannya melambat 2,08% dibandingkan periode sama tahun lalu yang tumbuh 5,94%. Sementara, impor menurun signifikan yaitu 7,75% dibandingkan periode sama tahun lalu tumbuh 12,64%.
“Bagi kami, angka ini menunjukkan investasi di Indonesia telah turun drastis,” ujarnya. Padahal, sejak 2017 investasi telah menjadi penopang ekonomi domestik karena banyaknya proyek infrastruktur yang dikerjakan Presiden Joko Widodo.
(Baca: Terendah dalam 5 Tahun, Investasi Triwulan I 2019 Tumbuh 5% )
Setelah selama tujuh kuartal mengalami pertumbuhan yang menguat, investasi kemungkinan akan terus turun. “Tapi ini bukan sebuah kejutan. Pemerintah sejak semester kedua tahun lalu memang menahan impor untuk produk infrastruktur, dalam rangka menurunkan angka defisit transaksi berjalan (CAD),” kata Incalcaterra.
Namun, angka dari BPS tak sekadar memberi kabar buruk. Konsumsi rumah tangga yang berkontribusi utama untuk pertumbuhan ekonomi naik 5,01%. Capaiannya sedikit lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di level 4,94%.
Menurut Incalcaterra, hal itu dapat terjadi karena pemerintah aktif memberikan bantuan sosial kepada masyarakat. “Konsumsi masyarakat akan stabil, meskipun dalam pergerakan yang lambat secara standar historisnya,” ujarnya.
Ia melihat konsumsi masyarakat akan mendapatkan tantangan pada semester dua nanti. Pasalnya, pemerintah telah memberi sinyal akan melakukan penyesuaian harga bahan bakar nonsubsidi setelah Pemilu selesai.
(Baca: Menko Darmin Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I di Atas 5,06%)
Untuk perdagangan, data BPS menunjukkan kinerja ekspor menurun. Pertumbuhannya melambat 2,08% dibandingkan periode sama tahun lalu yang tumbuh 5,94%. Sementara, impor menurun signifikan yaitu 7,75% dibandingkan periode sama tahun lalu tumbuh 12,64%.
Ekspor kemungkinan akan melemah karena kurangnya modal masuk ke dalam negeri. Namun, kabar baiknya, kemungkinan besar CAD akan melemah menuju 2,6% terhadap PDB, dibandingkan tahun lalu yang berada di atas 3%. “Kondisi ini dapat mengurangi kerentanan Indonesia terhadap faktor eksternal,” katanya.
Incalcaterra memperkirakan investasi di sektor infrastruktur akan kembali menguat pada 2020. Karena itu, ia merekomendasikan agar Bank Sentral memangkas suku bunga acuan untuk menggairahkan investasi dan konsumsi. Perkiraannya, bank sentral akan menurunkan suku bunga 50 basis poin pada semester dua 2019, dengan asumsi peningkatan kondisi eksternal.
(Baca: BI Luncurkan Kebijakan Akomodatif untuk Dorong Permintaan Domestik)