Tekanan Global dan Domestik Mereda, Rupiah Menguat ke 14.440 per US$
Nilai tukar rupiah menguat ke level Rp 14.440 per dolar Amerika Serikat pada pembukaan pasar spot hari ini, Jumat (24/5). Penguatannya cukup signifikan dibandingkan penutupan sehari sebelumnya di Rp 14.480 per dolar AS.
Panel Ahli Katadata Insight Center Damhuri Nasution berpendapat, faktor eksternal dan internal yang mereda menjadi penyebab naiknya nilai rupiah. "Walaupun memang dampaknya kecil, selama perang dagang AS-Tiongkok masih berlangsung," ujarnya ketika dihubungi Katadaata.co.id.
Dari faktor eksternal, belum ada kabar baik untuk pelaku pasar. Tren harga minyak masih naik. Pembicaraan dagang AS-Tiongkok belum menemukan titik temu.
Pemerintah Beijing sebelumnya memberikan pernyataan, negosiasi dengan AS nampaknya tak akan berujung. "Pernyataan ini menyebabkan overshoot dan rupiah beberapa hari lalu sempat meyentuh Rp 14.500 per dolar AS," kata Damhuri. Pada Rabu (22/5), saat terjadi kerusuhan aksi massa di depan gedung Bawaslu, Jakarta, nilai tukar rupiah sempat ke level Rp 14.512 pada pukul 10.15 WIB.
Kerusuhan ini berdampak sedikit ke rupiah. Penguatannya mulai terlihat sejak kemarin. Sampai pukul 11.30 WIB tadi, menurut data Bloomberg, rupiah berada di level Rp 14.457 per dolar AS. "Global juga belum ada yang terlalu negatif, jadi rupiah kita menguat," ucap Damhuri.
Damhuri menilai faktor domestik tidak terlalu banyak memberikan perubahan pada rupiah. Dalam kurun waktu sebulan hingga dua bulan ke depan nilai tukar rupiah diperkirakan masih berada pada kisaran Rp 14.400 - Rp 14.500 per dolar AS.
(Baca: Tak Terpengaruh Aksi 22 Mei, Dana Asing Rp 1,7 triliun Masuk ke SBN)
Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji sebelumnya mengungkapkan, kerusuhan yang terjadi pada Rabu lalu tidak ada hubungannya dengan pelemahan rupiah saat ini. Pasalnya, aparat keamanan sudah bertindak cepat dan menangani situasi secara efektif.
Menurut dia, peran pemerintah dalam menjaga tingkat stabilitas politik berbuah kestabilan fundamental makroekonomi yang masih terjaga saat ini. "Penjagaan pemerintah pada demonstrasi pasca pengumuman KPU memberikan katalis positif pada peningkatan kepercayaan investor," ujar Nafan kemarin.
Ia memandang, penyebab pelemahan rupiah lebih dipengaruhi faktor eksternal, yakni soal sentimen perang dagang antara AS dengan Tiongkok. Selain itu, terdapat pula isu pemerintah AS yang tengah mempertimbangkan memberi batasan pada perusahaan pengawas video asal Tiongkok, Hikvision. Hal ini memicu kekhawatiran global.
Nafan juga memandang sentimen Brexit masih memberi tekanan kepada mata uang emerging market, termasuk rupiah. Sebab, belum adanya kepastian soal keluarnya Inggris dari Uni Eropa membuat pelaku pasar lebih memilih memegang dollar AS, yang memang merupakan safe haven.