Dampak Dua Kebijakan Migas terhadap Defisit Transaksi Berjalan

Martha Ruth Thertina
26 Mei 2019, 13:28
Pemerintah ambil dua kebjakan migas untuk redam defisit transaksi berjalan, libatkan pertamina
Katadata
Ilustrasi Kilang Minyak

Pemerintah mengambil dua kebijakan di bidang migas untuk memperbaiki defisit neraca transaksi berjalan. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menilai kebijakan ini bakal berdampak besar dan segera.

Dampak kebijakan ini akan besar lantaran mempengaruhi dua neraca sekaligus. “Neraca perdagangan dan neraca pendapatan primer, yang keduanya memperbaiki neraca transaksi berjalan,” kata Piter kepada katadata.co.id, Sabtu (25/5).

Advertisement

Dua kebijakan baru pemerintah di bidang migas yaitu, pertama, minyak mentah (crude oil) hasil eksplorasi bagian Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri yang selama ini diekspor, sebagian diolah di kilang Pertamina di dalam negeri.

(Baca: Atasi Defisit Migas, Pemerintah Atur Kebijakan Ekspor Minyak Mentah)

Kebijakan ini untuk mengurangi impor crude oil yang dibutuhkan oleh Pertamina untuk memproduksi bahan bakar minyak (BBM), seperti solar dan avtur. Dengan begitu, defisit neraca perdagangan diharapkan bisa berkurang. April lalu, defisit neraca dagang mencetak rekor tertinggi.

Kebijakan kedua, hasil investasi Pertamina di luar negeri akan dicatat dalam neraca pendapatan primer. Selama ini, pencatatan ini tidak dilakukan. Yang ada adalah pencatatan minyak mentah hasil eksplorasi Pertamina di luar negeri sebagai impor migas dalam neraca perdagangan.

Terkait kebijakan kedua, Piter menjelaskan, ini akan membuat berkurangnya defisit neraca pendapatan primer yang selama ini selalu defisit sangat besar. “Karena adanya pengakuan penerimaan hasil investasi Pertamina di luar negeri,” kata dia.

Defisit transaksi berjalan mencapai US$ 31,1 miliar atau 2,98% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang tahun lalu. Ini nyaris mendekati batas aman 3% PDB. Defisit sempat mencapai 3,18% PDB pada 2013, namun berangsur turun menjadi 2,95% pada 2014, lalu 2,03% pada 2015, kemudian 1,82% pada 2016, dan 1,6% pada 2017.

Tekanan defisit transaksi berjalan masih berlanjut. Defisitnya tercatat sebesar US$ 7 miliar pada kuartal I 2019, atau 2,6% dari PDB. Ini lebih tinggi dibandingkan kuartal I tahun lalu yang sebesar US$ 5,5 miliar atau 2,1% PDB. Secara rasio, defisit ini merupakan yang terburuk untuk periode kuartal I sejak 2013. Pada kuartal I 2013, defisit tercatat sebesar US$ 6 miliar atau 2,61% PDB.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement