Kantongi Laba Rp 11,6 Triliun di 2018, PLN Tak Setor Dividen ke Negara
PLN membukukan laba bersih senilai Rp 11,6 triliun sepanjang 2018. Namun dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar hari ini, Rabu (29/5), di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PLN memutuskan untuk tidak membagikan dividen sepeserpun kepada pemerintah.
Plt Direktur Utama PLN yang sekaligus menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis I, Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan, PLN meminta agar laba bersih tersebut digunakan perusahaan sebagai laba ditahan alias tidak membagikan dividen. "Kami minta dividennya Rp 0 ke pemerintah. Pemerintah menyetujui," kata Djoko usai rapat.
Djoko mengatakan, laba ditahan tersebut bakal digunakan oleh PLN untuk melakukan investasi karena tiap tahunnya, PLN melakukan investasi hampir senilai Rp 100 triliun. "Kami masih harus menambah dari utang lagi. Tapi tetap pakai modal sendiri. Kami minta (laba bersih 2018) itu bisa dipakai untuk investasi karena masih banyak yang harus diperbaiki," kata Djoko.
(Baca: Sofyan Basir Resmi Mundur, Djoko Abumanan Jadi Plt Dirut PLN)
Adapun laba bersih PLN pada 2018 lalu meningkat tajam sebesar 162,4% dibandingkan capaian 2017 yang hanya mencapai Rp 4,42 triliun. Padahal penjualan listrik mereka tahun lalu hanya tumbuh 5% atau di bawah target dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang sebesar 7%.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, kenaikan laba bersih PLN tersebut didorong oleh penjualan listrik yang naiknya cukup besar. Lalu mereka juga melakukan efisiensi yang dinilainya cukup bagus. "Ada juga dari DMO (domestic market obligation), itu faktor paling besar (untuk laba bersih)," katanya.
Pada awal Maret 2018, harga penjualan batu bara untuk kebutuhan PLN dan pembangkitk listrik swasta diteken oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Jonan mengeluarkan Keputusan Nomor 1395 K/30/MEM/2018, di mana aturan ini menetapkan jual harga batu bara DMO sebesar US$ 70 per metrik ton, jauh di bawah harga pasar.
Terkait belanja modal atau capital expenditure (capex), Sarwono sebelumnya mengatakan, PLN tahun ini menganggarkan sebesar Rp 90 triliun. Untuk itu, PLN berencana mencari pendanaan eksternal Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun.
(Baca: Berkat Optimalisasi Pembangkit, PLN Berhasil Tekan Konsumsi LNG)
Dia menjelaskan, pilihan pendanaan ini tidak terpaku pada satu instrumen keuangan saja. PLN bakal mencari pendanaan di waktu yang tepat sehingga belum bisa memastikan kapan bakal menerbitkan instrumen tersebut. "Bisa global bond, local bond, dana (pinjaman) bank, syariah, atau sukuk," kata Sarwono Maret lalu.
Menurut Sarwono, hingga saat ini kebutuhan untuk investasi PLN di 2019 masih bisa didanai dengan dana internal perusahaan. Adapun alokasi capex tahun ini 50% bakal digunakan untuk investasi di pembangkit listrik. Sedangkan sisanya, akan digunakan untuk mendanai kebutuhan transmisi dan distribusi listrik.
Khusus untuk transmisi, mereka akan menggunakan pendanaan melalui kas dan instrumen pendanaan berbasis mata uang rupiah. "Kalau yang mata uang asing biasanya untuk pembangkit," kata Sarwono.
(Baca: Terangi Desa Kalimantan Barat, PLN Keluarkan Dana Rp 130 milar)