Meski Banyak Tantangan, IPA Optimistis Masa Depan Hulu Migas Cerah
Indonesian Petroleum Association (IPA) menyampaikan bahwa pemerintah saat ini dihadapkan pada peluang dan tantangan dalam mengembalikan kejayaan sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). IPA menilai saat ini pemerintah memiliki banyak pekerjaan rumah.
Salah satunya, mengembalikan minat dan kegairahan investor migas global dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia. Namun, saat ini pemerintah optimistis akan hal tersebut, pasalnya sudah ada komitmen beberapa kontraktor untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi.
Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan mengakui cadangan migas nasional terbukti masih relatif besar di kawasan Asia Tenggara, bahkan di Asia. Hanya saja, perlu ada tambahan cadangan migas yang diwujudkan dengan eksplorasi.
"Sayangnya dalam 15 tahun terakhir aktivitas eksplorasi cukup minim terjadi di Indonesia. Padahal, negara lain yang cadangan migasnya di bawah Indonesia banyak berbenah untuk menghadirkan investasi hulu migas,” ujar Tumbur dalam keterangan tertulis, Rabu (29/5).
(Baca: Pemerintah Siap Gelar Lelang WK Migas Tahap III Setelah Lebaran)
Menurut Tumbur, hal tersebut patut menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan, mengingat porsi minyak dan gas bumi dalam kebutuhan energi nasional masih tertinggi bila dibandingkan dengan batubara, ataupun energi baru terbarukan. Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), target bauran energi fosil pada 2025 mencapai 47%, sementara pada 2050 sebesar 43,5%.
Dengan asumsi produksi minyak nasional diserap 100% untuk kebutuhan domestik, maka impor minyak mentah pada 2025 berkisar 1,67 juta BOPD dan 3,92 juta BOPD pada 2050.
Upaya Tingkatkan Cadangan Minyak yang Susut
Berbicara kondisi terkini terutama terkait cadangan migas, terjadi peningkatan cadangan di gas bumi, sementara penurunan terjadi di sektor minyak. Berdasarkan data SKK Migas, tahun lalu cadangan minyak sebesar 226,62 million stock tank barrels (MMSTB), atau menyusut sebesar 334,05 MMSTB dibandingkan tahun 2017.
Sementara untuk gas bumi, cadangannya sebesar 3.387,81 billion standard cubic feet (BSCF) pada 2018 atau meroket dari cadangan tahun sebelumnya sebesar 578,47 BSCF.
Upaya mendorong tambahan cadangan ataupun produksi minyak, sepertinya perlu melihat apa yang dikerjakan Malaysia. Mengacu IEA, Malaysia telah berhasil menjaga tren produksi minyaknya berkisar 700.000 BOPD selama periode 2000 -2018.
(Baca: Cadangan Gas Baru Ditemukan Dekat Blok Sakakemang dan Blok Corridor)
Berdasarkan data theglobaleconomy.com, produksi minyak Malaysia sebesar 755.700 BOPD pada 2000, sementara pada 2018 sebesar 736.280 BOPD. Capaian produksi minyak di bawah 700.000 BOPD hanya terjadi pada kurun waktu 2011 - 2014.
Terkait cadangan minyak Malaysia, tercatat adanya penurunan sebesar 20% dalam kurun 2000 – 2016 atau dari 4,5 miliar barel menjadi 3,6 miliar barel. Sementara itu, Indonesia mengalami penurunan cadangan minyak yang signifikan dari 5,1 miliar barrel pada 2001, menjadi sekitar 3,3 miliar barrel pada akhir 2016.
Melihat kondisi tersebut, menghadirkan proyek setara Lapangan Banyu Urip atau temuan migas di Blok Sakakemang, Sumatera Selatan, menjadi harapan baru lagi semua pihak. Februari lalu, Repsol mengumumkan cadangan terbukti gas bumi mencapai sekitar 2 triliun kaki kubik (TCF) di Blok Sakakemang.
“Langkah yang ditempuh negara lain di antaranya memperbaiki rezim fiskalnya. Sehingga, investor punya banyak opsi untuk berinvestasi. Kalau Indonesia dianggap kurang menarik dan sementara negara lain lebih menarik, tentu mereka masuk ke sana,” kata Tumbur.
(Baca: Inpex Tanggapi Kabar Soal Kesepakatan Investasi di Blok Masela)
Peningkatan Investasi Hulu Migas
Ke depannya, Indonesia diharapkan terus meningkatkan kualitas investasi hulu migas agar lebih banyak investor global yang datang ke tanah air untuk mengeksplorasi ataupun mengembangkan blok migas nasional. Apalagi berbekal pengalaman, bahwa kita pernah mampu menarik investor global, yakni era proyek LNG Bontang, Blok Rokan dan Blok Mahakam.
Kendati demikian, investor memahami tingginya risiko bisnis di hulu migas, mereka tetap mencari tempat investasi yang memberikan potensi reward lebih besar daripada risiko bisnisnya. Inilah tantangan pemerintah meyakinkan investor migas global untuk datang menanamkan modalnya.
“Mungkin risikonya sama, tapi bagaimana kalau potensi keuntungan keekonomian di sana lebih bagus? Contoh lain agar investor tertarik datang adalah dimulainya proyek-proyek besar yang sedang didiskusikan, seperti Indonesia Deepwater Development (IDD) dan Proyek LNG Abadi. Dengan begitu, investor yakin untuk melakukan eksplorasi ataupun pengembangan,” ujar Tumbur.
Dia optimistis, masa depan industri hulu migas nasional akan cerah dengan dukungan segala pihak. Upaya memangkas kebijakan yang tidak pro-bisnis hingga melakukan promosi temuan-temuan di area migas nasional dapat menjadi jalan untuk investor masuk.
“Saya kira tidak hanya di ASEAN, di tingkat Asia pun kita masih dipandang penting untuk sektor migas. Tinggal sekarang bagaimana mengundang pemain besar datang,” ujarnya