Kenaikan Peringkat Indonesia Harus Diimbangi Kemampuan Membayar Utang
Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) Ratings meningkatkan Sovereign Credit Rating atau peringkat utang Indonesia dari BBB- menjadi BBB dengan outlook stabil. Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan rating S&P mengidikasikan perbaikan risiko surat utang Indonesia.
"Mengingat saat ini Indonesia sedang berada dalam tekanan makro ekonomi global dan terkena imbas kenaikan Fed Rate tahun lalu," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (4/6).
Bhima menilai peningkatan peringkat ini perlu diimbangi oleh penurunan debt to service ratio (DSR) atau kemampuan membayar utang luar negeri. Semakin tinggi DSR maka beban utang luar negeri semakin besar. Saat ini, DSR Indonesia mencapai 27,9 % dimana angka di atas 25% dianggap beresiko.
Adapun DSR lebih berkaitan dengan kinerja penerimaan valas khususnya yang berasal dri ekspor. "Jadi jika kinerja ekspor kita naik, DSR nya akan membaik," ucap dia. Selain itu, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang terus ditekan dibawah 2,5% turut menunjukkan pengelolaan APBN yang lebih hati-hati.
(Baca: Analis: Peningkatan Daya Saing Harus Dibarengi Upaya untuk Ekspansi)
Menurut Bhima, kenaikan rating utang ini bukan berarti pemerintah nantinya akan makin agresif menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN). Pemerintah diharapkan lebih berhati-hati dengan adanya perebutan dana likuiditas di pasar. Perebutan dana likuiditas secara tidak langsung dinilai dapat menghambat perbankan.
Selain itu, Bhima juga berharap seiring dengan kenaikan rating utang saat ini, bunga SBN dapat menurun sehingga beban pembayaran bunga berkurang. "Penurunan 25 bps dari level saat ini 8.1% untuk tenor 10 tahun akan berdampak sangat signifikan ke APBN," tutupnya.
Ekonomi Indonesia tumbuh lebih baik dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat pendapatan yang sama (peers). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah telah efektif mendukung pembiayaan publik yang berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.
Pendapatan riil per kapita Indonesia tumbuh sebesar 4,1%, jauh lebih tinggi daripada negara peers yang tercatat rata-rata hanya sebesar 2,2% dalam 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan dinamika ekonomi Indonesia yang konstruktif di tengah lingkungan eksternal yang penuh tantangan dalam beberapa tahun terakhir.
(Baca: S&P Naikkan Peringkat Utang Indonesia, IHSG Melesat Naik 1,72%)
Pada 31 Mei 2019 S&P memutuskan untuk menaikkan peringkat utang Indonesia. Beberapa faktor kunci yang menjadi dasar kenaikan peringkat tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat, dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan berlanjut pasca-terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo (Jokowi), serta rendahnya utang pemerintah saat ini dan kinerja fiskal pemerintah yang cukup baik.