SKK Migas Persoalkan Realisasi Lifting Rendah Akibat Investasi Lambat
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menuturkan, investasi yang melambat menyebabkan beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mencatatkan realisasi lifting migas di bawah 60% dari target APBN 2019.
"Ada beberapa yang lifting-nya masih di bawah karena proyeknya delay. Ada beberapa yang investasinya agak lambat," kata Dwi saat ditemui di acara Gas Indonesia Summit and Exhibition, Rabu (31/7).
Karena itu, SKK Migas mendorong KKKS untuk melakukan upaya perbaikan supaya lifting dapat sesuai dengan target. "Solusinya berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dihadapi masing-masing," kata Dwi.
(Baca: Lifting Migas Masih Anjlok, Pemerintah Soroti Kinerja Pertamina )
Berdasarkan data SKK Migas, KKKS yang realisasi lifting-nya masih di bawah 60%, yakni Husky-CNOOC Madura Ltd. Sepanjang semester 1-2019 perusahaan hanya memproduksi gas siap jual sebesar 88 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) atau 30% dari target APBN 2019.
Lalu, PT Saka Energi Indonesia menghasilkan lifting minyak sebesar 2.993 barel minyak per hari (BOPD) atau 52% dari target. Kemudian, Kangean Energy Indonesia mencatatkan gas siap jual sebesar 133 MMScfd atau 67% dari target APBN 2019.
Sebelumnya, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) mengakui lifting oleh anak usahnya, yakni Kangean Energy Indonesia Ltd, di Lapangan Terang, Sirasun, dan Batur (TSB) Fase-2 Blok Kangean pada semester 1-2019 memang masih di bawah target. Rendahnya produksi siap jual ini karena penyerapan gas oleh pembeli di wilayah Jawa Timur belum maksimal.
Sementara, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) juga mengakui anak usaha perusahaan di bidang hulu migas, yakni PT Saka Energi Indonesia, masih mencatatkan realisasi produksi minyak siap jual (lifting) yang masih rendah. Penyebabnya, pada saat membuat perencanaan Saka sangat angresif dalam menetapkan target lifting.
(Baca: SKK Migas Sebut Laju Penurunan Produksi Migas Bisa Ditekan Hingga 3%)