OJK: Pemda Kaji Proyek yang Akan Didanai Obligasi Daerah
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut beberapa pemerintah daerah (pemda) tengah memilih proyek yang akan dibiayai dengan obligasi daerah alias municipal bond. Pemilihan proyek untuk menghindari tumpang tindih dengan proyek yang dibiayai APBD atau APBN.
Selain itu, pemilihan proyek yang didanai menggunakan obligasi daerah juga harus produktif sehingga dapat menghasilkan uang untuk membayar bunga dan pokok obligasi daerah.
"Kalau dana APBN kan tidak harus dikembalikan, kalau ini dari investor publik. Berarti proyek itu harus bisa menghasilkan pendapatan sehingga bisa membayar cicilan kupon dan pokok pada waktunya," kata Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen di Jakarta, Jumat (23/8).
Untuk menerbitkan obligasi daerah, pemda perlu mengantongi persetujuan awal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat. Sebab, persetujuan penerbitan utang diatur oleh undang-undang pinjaman daerah sehingga persetujuannya harus melalui proses di DPRD.
(Baca: Pertumbuhan Ekonomi Dunia Melambat, OJK Dorong Peran Pasar Modal)
Aturan yang dimaksud yakni Peraturan OJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang dokumen penyertaan pendaftaran dalam rangka penawaran umum obligasi daerah dan/sukuk daerah; Peraturan OJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang bentuk dan isi prospektus dan prospektus ringkas dalam rangka penawaran umum obligasi daerah dan/sukuk daerah; dan Peraturan OJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang laporan dan pengumuman emiten penerbit obligasi daerah dan/sukuk daerah.
Setelah proses di DPRD selesai, rencana penerbitan obligasi disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). "Dari Kemenkeu nanti dapat persetujuan termasuk berapa nilai yang bisa diterbitkan dan menilai kelayakan dari proyeknya," kata Hoesen.
Dengan adanya instrumen ini, Hoesen percaya Pemerintah Daerah dapat mempercepat pembangunan meski tidak mendapatkan kucuran dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(Baca: Modal Asing Masuk Rp 177 Triliun Meski Dibayangi Perang Dagang)