Kontrak Sementara akan Berakhir Oktober, Nasib Blok NSB Belum Pasti
Pertamina menyatakan pembicaraan terkait perpanjangan kontrak Blok North Sumatera B (NSB) dengan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan Pemerintah saat ini sudah dalam tahap final.
Meskipun begitu, hingga kini pemerintah belum juga memberi kepastian terkait perpanjangan kontrak blok tersebut yang sudah berakhir pada Oktober tahun lalu.
Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H. Samsu menyampaikan pembicaraan dalam perpanjangan kontrak Blok NSB selama 20 tahun ke depan dibutuhkan diskusi secara matang dengan Pemerintah. Hal tersebut diharapkan guna memastikan transisi yang berjalan lancar.
"Wilayah kerja B (NSB), dalam tahap final pembicaraan dengan BPMA dan pemerintah. (Untuk) lebih memastikan bahwa transisinya matang," ujar Dharmawan saat ditemui di acara IPA Convex 2019 JCC Senayan Jakarta, Kamis (5/9).
(Baca: Pemda Aceh Disebut Inginkan Skema Cost Recovery untuk Blok NSB)
Pertamina Hulu Energi (PHE) selaku operator Blok NSB saat ini beroperasi dengan menggunakan kontrak sementara yang berlaku untuk enam bulan. Kontrak sementara Blok NSB pertama kali diberikan pada Oktober 2018 dan berlaku hingga 3 April 2019.
Kemudian, PHE mendapatkan kontrak sementara kedua yang berlaku mulai 2 Mei 2019 hingga enam bulan ke depan atau sampai kontrak penuh Blok NSB berlaku efektif.
Lebih lanjut Dharmawan menyampaikan, pihaknya juga akan terus mengikuti arahan dari pemerintah. Baik itu Pemerintah pusat maupun Pemerintah Aceh terkait keputusan perpanjangan kontrak Blok NSB.
"Nanti Pemerintah Aceh dengan Pusat melakukan dialog. Kita juga mengikuti proses dialognya. Tapi kan artinya produksi tetap jalan," ujar Dharmawan.
(Baca: Badan Pengelola Migas Aceh Minta Kontrak Blok NSB Segera Diperpanjang)
Maka dari itu, dia optimistis jika keputusan perpanjangan kontrak Blok NSB akan segera diputuskan sebelum masa perpanjangan kontrak sementara kedua berakhir pada Oktober mendatang. "Kalau dalam dialog kita harus benar-benar memberikan waktu yang cukup. Karena kita kan berbicara untuk 20 tahun ke depan," kata Dharmawan.
Saat ini, PHE tengah menunggu persetujuan Menteri ESDM Ignasius Jonan untuk perpanjangan kontrak pengelolaan Blok NSB. Pemprov Aceh melalui BPMA merekomendasikan perpanjangan kontrak selama 20 tahun.
Sebelumnya BPMA mengungkapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh menginginkan pengelolaan Blok NSB tetap menggunakan kontrak bagi hasil cost recovery. Sebab, skema tersebut dianggap paling ideal.
Deputi Operasi dan Perencanaan BPMA Teuku Muhammad Faisal mengatakan, berdasarkan kajian PHE, skema tersebut lebih menguntungkan ketimbang skema gross split. "Gross split itu kurang profit-nya buat masyarakat Aceh, di situ banyak minusnya. Cost recovery yang saat ini bagus diterapkan di Aceh," ujarnya di Aceh, Jumat (26/5).
(Baca: Pembahasan PoD Proyek IDD Masih Berkutat pada Bagi Hasil Migas)
Namun, keinginan Pemprov Aceh terganjal aturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan blok terminasi menggunakan skema gross split. Pertamina pun tak berani menyinggung soal kemungkinan penggunaan cost reovery.
Seperti diketahui PHE mengelola Blok NSB sejak Oktober 2015 setelah mengakuisisi hak kelola perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ExxonMobil. Blok NSB mulai berproduksi 1977 dengan puncak produksi mencapai sekitar 3.400 juta kaki kubik per hari (MMscfd).