OJK Pantau Modal Fintech dari Aliran Dana Pencucian Uang
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memantau modal pada industri fintech (P2P) lending. Pasalnya, ada indikasi modal fintech didapat dari pencucian uang.
Direktur Departemen Pengembangan Kebijakan Startegis OJK, Inka B Yusgiantoro menyebut OJK memantau modal fintech melalui bank. "Jadi semua dana yang masuk untuk indutri P2P lending itu harus melalui bank, dan bank sudah sangat ketat itu monitoring-nya, jadi itu sudah termonitor dan kami pantau itu," ujar Inka di Jakarta, Senin (28/10).
Meskipun banyaknya rekening yang tercatat pada sebuah bank, namun Inka yakin setiap bank memiliki mekanismenya tersendiri untuk meminimalisir tindak kejahatan pencucian uang. "Sejauh ini belum ada kejadian kan, ini berarti mekanisme dari bank," ujarnya.
OJK juga memiliki langkah pencegahan tindak pencucian uang dengan meminta penjelasan sumber dana kepada para petinggi perusahaan ketika meminta lisensi dari OJK. "Dari OJK itu kan ada penjelasan dulu, dananya dari mana. Untuk registrasi biasanya selama setahun untuk mendapat lisensi," kata dia.
Vice President of Enterprise Data Enterpeise Data Management Bank Mandiri Billie Setiawan menjelaskan pihak perbankan telah menyaring dana yang masuk untuk membiayai fintech, khususnya dana yang bersumber dari luar negeri. Mekanisme tersebut dilaksanakan untuk menepis isu yang beredar lantaran mayoritas modal fintech berasal dari luar negeri.
"Modal yang masuk pada perusahaan fintech telah melalui penyaringan berdasarkan aturan perbankan dan diawasi oleh OJK," kata Billie beberapa waktu yang lalu.
(Baca: BCA Target Pengguna Alipay & WeChat Pay Bisa Transaksi di RI Awal 2020)
OJK mencatat pertumbuhan bisnis fintech P2P lending di Indonesia sangat pesat karena banyak investor asing yang ingin menanamkan modalnya. Selama 2,5 tahun terakhir, pertumbuhan Fintech P2P Lending mencapai Rp 50 triliun.
"Awalnya mungkin berkisar ratusan miliar, sekarang sudah mencapai Rp 50 triliun dengan jumlah platform sebanyak 127," kata dia.
Sejauh ini, jumlah pasar terbesar berada di pulau Jawa khususnya di wilayah Jabodetabek. Namun, industri fintech bakal terus ekspansi ke luar Pulau Jawa selama ada UMKM yang membutuhkan bantuan modal.
Diperkirakan selama beberapa tahun ke depan, nilai pinjaman yang diberikan kepada masyarakat atau UMKM dapat mencapai ratusan bahkan ribuan triliun selama beberapa tahun. Meski begitu, diperlukan aturan yang jelas agar tidak terjadi adanya kredit macet.
"Jadi kita dulu yang punya regulasi , setelah itu tiongkok belajar dari kita. Tapi kita juga pelan-pelan," kata Inka.
Berdasarkan data Kementerian Kordinator Perekonomian dalam Indonesia Fintech Forum, industri fintech P2P lending mencatatkan perkembangan paling pesat di antara industri fintech lainnya. Perkembangan penyaluran pinjaman P2P kepada invididu/bisnis sebesar 40%. Adapun perkembangan terbesar selanjutnya terdapat di jenis fintech pembayaran (payments) sebesar 34%. Selengkapnya dalam grafik Databoks berikut ini :