Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2019 Diprediksi Tertahan 5%
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga 2019 hanya berkisar 4,9-5,01%. Sebab, konsumsi domestik tengah melambat.
Yusuf menilai konsumsi domestik lesu karena bantuan sosial (bansos) sudah habis disalurkan pada semester pertama 2019. Selain itu, penyaluran kredit tertahan karena penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) tidak langsung diikuti oleh penurunan suku bunga kredit.
Semestinya, suku bunga kredit turun dengan cepat agar pengusaha dapat berekspansi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. “Jadi ada perlambatan permintaan setelah semester satu, trennya menurun,” kata Yusuf kepada Katadata.co.id, Minggu (3/11).
DI sisi lain, belanja modal kementerian/lembaga masih rendah hingga September lalu. Realisasinya baru mencapai Rp 63 triliun atau 33,27% dari target.
Belanja modal tersebut berbeda dibandingkan dengan belanja pegawai kementerian/lembaga yang mencapai Rp 166,35 triliun atau 74,13% dari target. Padahal, lanjut Yusuf, belanja modal memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dibandingkan belanja pegawai.
(Baca: Beda Resesi Ekonomi di Mata Sri Mulyani, Perry Warjiyo dan Agus Marto)
Pertumbuhan industri manufaktur juga melambat. Padahal, industri manufaktur menopang 20% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri manufaktur triwulan ketiga 2019 sebesar 4,35% secara tahunan. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama sebesar 5,04%.
"Jadi ketika ada perlambatan industri manufaktur, pertumbuhan ekonomi ikut turun," ujar dia.
Yusuf pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2019 hanya berkisar 5-5,08% atau lebih rendah dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 5,3%. Untuk mendorong pertumbuhan hingga akhir tahun, Yusuf menilai pemerintah dapat meningkatkan realisasi belanja modal.
"Jadi masih ada ruang untuk menumbuhkan ekonomi dengan mendorong belanja modal," katanya.
Pertumbuhan ekonomi sejak triwulan kedua tahun ini memang mengalami pelambatan, dengan kenaikan hanya 5,05%. Angka ini melambat secara tahunan di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode yang sama tahun lalu mencapai 5,27%. Data selengkapnya terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dilihat dalam grafik Databoks berikut ini :
(Baca: Stabilitas Sistem Keuangan RI Dibayangi Perang Dagang AS-Tiongkok)
Senada, Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga berkisar 5,01%. Sebab, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan melambat menjadi 5,02% secara tahunan, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,17% secara tahunan.
"Perlambatan laju konsumsi rumah tangga terindikasi dari penurunan laju penjualan eceran dan penurunan nilai tukar petani," ujar dia.
Selain itu pertumbuhan penjualan pada gerai yang sama dari beberapa perusahaan ritel juga menunjukkan tren yang menurun. Pertumbuhan penjualan mobil juga mengalami kontraksi -10,6% secara tahunan.
Sedangkan pertumbuhan penjualan motor melambat tipis -3,1% secara tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -0,01%. Selain itu, impor barang konsumsi juga tercatat terkontraksi -7,8% dibandingkan tahun lalu periode yang sama.
(Baca: Dana Asing Masuk Tembus Rp 217 T, BI: Investor Puas Kebijakan Jokowi)
Indikator investasi yakni Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan ketiga diperkirakan meningkat terbatas menjadi 5,09% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perkiraan tersebut lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 5,01%.
Hal ini, lanjut Josua, terindikasi dari pertumbuhan penjualan semen yang meningkat tipis 0,4% year on year (yoy), dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -5,9%(yoy). "Peningkatan tipis penjualan semen mengindikasikan investasi bangunan sepanjang periode Juli-September 2019 mengalami peningkatan terbatas," ujar Josua.
Begitu juga dengan investasi non-bangunan yang mengalami perbaikan. Impor barang modal sepanjang triwulan ketiga 2019 diperkirakan menurun tipis.
Dari sisi konsumsi pemerintah, Josua memperkirakan cenderung melambat dipengaruhi oleh realisasi penyerapan belanja kementerian/lembaga, baik belanja barang dan pegawai. Meski begitu, ekspor diperkirakan cenderung membaik seiring kinerja impor yang terkontraksi lebih dalam.
Dari sisi produksi, laju pertumbuhan sektor manufaktur diperkirakan masih di bawah pertumbuhan ekonomi. Ini seiring tren investasi di sektor industri manufaktur yang cenderung melambat.
(Baca: Sikapi Ekonomi Global, Sri Mulyani Imbau Para CEO Jangan Ikut Gloomy)
Sektor industri nasional memang menunjukkan kelesuan. Ini tercermin dari pertumbuhan sektor pengolahan nonmigas yang berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sejak 2016. Berikut data mengenai pertumbuhan sektor industri dalam grafik Databoks berikut ini :