Pentingnya Pengelolaan Sampah Plastik

Image title
8 November 2019, 18:28
Pemulung memilah sampah yang sudah dikumpulkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Kampung Ciangir, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI
Pemulung memilah sampah yang sudah dikumpulkan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Kampung Ciangir, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Sampah plastik menjadi masalah global yang dewasa ini mendapat perhatian lebih dari banyak negara. Sebagai material yang butuh waktu lama untuk terurai, produk berbahan plastik akan terus ada dan menumpuk di dunia dalam waktu yang lama.

Berdasarkan laporan United Nations Environment Programme (UNEP) tentang plastik sekali pakai, lebih dari 400 juta ton plastik diproduksi pada 2015. Dari jumlah tersebut, 36 persen di antaranya untuk kantong kemasan sekali pakai yang kerap kita temui setiap hari.

Advertisement

Jumlah sampah plastik yang ada di dunia saat ini sudah mencapai angka 300 juta ton dalam setahun. Mengutip dari BBC (8/8/2019), jumlah sampah plastik sebanyak ini jika dipadatkan akan sama dengan 10 kali keliling bumi.

Berangkat dari masalah tersebut, lebih dari 60 negara mengambil langkah praktis dengan melakukan pembatasan penggunaan sampah plastik. Ada yang melakukan pelarangan total, ada juga yang partial lewat pengenaan cukai, seperti yang dilakukan Indonesia.

Dampaknya sendiri bisa dibilang cukup signifikan. Menurut Head of UN Environment Erik Solheim, Rwanda, negara yang menjadi pionir pelarangan kantong plastik sekali pakai, saat ini menjadi salah satu negara paling bersih di dunia.

Meski begitu, tidak lantas pelarangan plastik menjadi solusi pemungkas. Solheim bahkan melabeli plastik sebagai "material ajaib" yang 'jasa'nya sudah banyak bagi dunia, sehingga kebiasaan manusialah yang lebih penting untuk berubah.

"Plastik bukanlah masalah. Persoalannya adalah apa yang kita lakukan dengan itu dan itu berarti tanggung jawabnya ada di kita untuk lebih bijaksana dalam menggunakan material ajaib ini," tuturnya.

Berdasarkan kesimpulan dari laporan yang sama, pelarangan plastik idealnya perlu diimbangi dengan pengelolaan sampah dan insentif finansial untuk mengubah kebiasaan konsumen dan pelaku industri, sehingga nantinya dapat didorong terbentuknya model sirkular dalam produksi plastik, dari sampah plastik kembali menjadi plastik lagi.

Laporan asosiasi manufaktur plastik, PlasticsEurope, juga menyebutkan, “Di akhir masa hidupnya, plastik masih menjadi sumber daya yang sangat berharga, karena bisa diubah menjadi bahan baku baru atau menjadi energi."

Dalam model sirkular produksi plastik, pada fase pemakaian, plastik bisa dipakai berulang kali sebelum sepenuhnya menjadi sampah. Saat menjadi sampah pun plastik punya tiga alternatif konversi, yakni bisa menjadi sumber energi, bisa menjadi campuran bahan baku kimiawi ataupun bahan baku untuk pengolahan mekanis. Langkah-langkah penanggulangan ulang plastik inilah yang dilihat sebagai solusi untuk permasalahan plastik.

Pada praktiknya, negara-negara di Eropa juga mulai menerapkan skema reproduksi dari sampah plastik. Masih merujuk data yang dipaparkan PlasticsEurope, dari total 27,1 juta ton sampah plastik yang dikumpulkan di Benua Biru pada tahun 2016, sebesar 31,1 persen didaur ulang dan 41,6 persen diolah menjadi energi. Ini membuat hanya sekitar 27,3 persen sampah plastik yang ditumpuk di tempat pembuangan akhir.

Halaman: