Legalitas hingga Replanting, Setumpuk Masalah Petani Sawit Kalbar

Image title
Oleh Tim Publikasi Katadata - Tim Publikasi Katadata
12 Desember 2019, 10:11
Sawit
Katadata

Menjadi salah satu primadona komoditas, pemandangan tanaman kelapa sawit mendominasi sepanjang jalan antar-Kabupaten Sintang, Kabupaten Sanggau dan sekitarnya. Namun, di balik hamparan hijau pohon kelapa sawit di kedua kabupaten terluas di Kalimantan Barat itu, terdapat sejumlah masalah, terutama yang menimpa para petani sawit. Mulai dari legalitas, perizinan, harga jual sawit, sulitnya mengakses dana replanting, hingga minimnya pendampingan tentang tata cara berkebun sawit yang tepat. 

Salah satu permasalahan tersebut dihadapi oleh Valens Andi,  petani sawit asal Kabupaten Sanggau. Saat ditemui oleh Katadata pada pertengahan September lalu, ia mengatakan minimnya tata kelola sawit sehingga dibutuhkan pembenahan. Menurut Valens, segala tumpang tindih Hak Guna Usaha (HGU), legalitas, pendampingan dan juga harga jual perlu diatur agar tidak menimbulkan gejolak.

“Maka sebab itu, dibutuhkan peta yang disepakati bersama sebagai solusi tarik menarik kepentingan ini,” kata Valens.

Tak hanya itu, petani juga membutuhkan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STDB). Surat yang diperuntukkan bagi pemilik lahan sawit kurang dari 25 hektare ini bertujuan untuk mendaftar petani yang nantinya akan diberikan pembinaan oleh Kementerian Pertanian.

Valens menjelaskan, minat petani untuk mendapat STDB cukup besar “Petani mandiri kan juga ada usaha, secara aturan harus ada STDB. Nah petani ini juga mau, mereka juga ingin usahanya punya legalitas dan diakui.” tutur Valens. Meski demikian, animo petani untuk mendapat STDB masih belum dibarengi pemberian kemudahan dan pendampingan oleh pemerintah.

Valens menekankan, STDB adalah instrumen penting untuk menjamin legalitas. STDB tersebut nantinya menjadi basis pemerintah untuk menghubungkan petani dengan pabrik kelapa sawit untuk pemasaran Tandan Buah Segar (TBS). STDB pula yang akan memperkuat posisi petani untuk mendapat harga layak sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Kalimantan Barat Nomor 63/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Indeks dan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun Kalimantan Barat.

“STDB adalah salah satu yang bisa pemerintah berikan kepada petani agar petani bisa mendapat nilai tambah dan harga yang layak sesuai dengan Pergub 86 Tahun 2018. Itu harapan kami sebagai petani.” ujar Valens.

Masalah lainnya adalah minimnya pendampingan petani dalam praktik budidaya kelapa sawit berkelanjutan. Pendampingan ini juga berguna untuk mendukung petani menerapkan standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang layak lingkungan dan bebas dari eksploitasi sosial.

Sebagai jalan keluar, Valens mengatakan perlu penguatan kelompok tani. Dengan disatukannya petani dalam kelembagaan pertanian, maka petani diwadahi untuk mendapat pendampingan.

Santik, petani sawit di Desa Jerora, Kabupaten Sintang, senasib dengan Valens. Dia juga tak mendapatkan pendampingan pengelolaan perkebunan sawit. Padahal, dia dan sesama petani plasma lainnya dijanjikan akan memperoleh pendampingan oleh PT Multi Prima Entakai (PT MPE) usai mendapat pembagian lahan. “Kami di sini menerapkan budidaya sawit berdasarkan pengalaman seadanya. Kami tidak pernah mendapat pengarahan seperti apa pupuk yang bagus dan cara pemupukannya,” ucap Santik.

Minimnya pendampingan petani dari pemerintah maupun perusahaan memunculkan inisiatif dari lembaga nonprofit. Di Kabupaten Sintang, hal itu dilakukan oleh Yayasan Solidaridad. Mereka membentuk sekolah lapangan yang mengajarkan praktik budidaya kelapa sawit berkelanjutan kepada para petani. Usai mendapat pelatihan, produksi kebun sawit pun meningkat.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...