Jadwal Operasi Tangguh Train III Terlambat, Biaya Proyek Bengkak 30%
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurrahman mengatakan jadwal produksi proyek Tangguh Train III yang dioperatori oleh BP Indonesia bakal mundur hingga 2021. Ini lantaran material yang dibutuhkan untuk membangun proyek tersebut datang terlambat.
Keterlambatan dipengaruhi oleh faktor kondisi alam yang tidak menentu. "Terutama akibat sedimentasi laut yang menuju bulk of loading facility untuk mengangkut material ke lokasi terjadi lebih cepat dan lebih sering dari prediksi," kata Fatar kepada Katadata.co.id, Jumat (13/12).
Atas kejadian tersebut, kontraktor konsorsium yang mengerjakan proyek engineering, procurement, & construction ( EPC) Tangguh Train III meminta kenaikkan biaya hingga 30 persen dari US$ 2,4 miliar menjadi US$ 3,15 miliar. Meski begitu, SKK Migas belum menyetujui kenaikkan biaya tersebut.
"Itu konsekuensi dari keterlambatan, namun SKK Migas masih mengevaluasi berapa sebenarnya yang bisa diklaim akibat keterlambatan yang benar-benar karena pengaruh kondisi alam yang berubah," kata Fatar.
(Baca: Demi Efisiensi, BP Indonesia Kurangi Pekerja di Proyek Tangguh)
Fatar pun menghimbau agar konsorsium kontraktor EPC tetap melanjutkan pembangunan proyek Tangguh Train III. Selain itu, dirinya menegaskan kontraktor EPC tidak boleh keluar dari proyek tersebut.
Adapun, kontraktor yang bekerja menggarap konstruksi di darat yakni konsorsium yang dipimpin oleh kontraktor Indonesia Tripatra Engineers and Constructors bersama Chiyoda, Saipem, dan Suluh Ardhi Engineering. Sedangkan proyek di lepas pantai dikerjakan oleh PT Saipem Indonesia."Tidak boleh ada yang keluar dari konsorsium," ujar Fatar.
Di sisi lain, pihak BP Indonesia tidak memberi komentar terkait kenaikkan biaya proyek tersebut. Media Relation BP Indonesia Wigra Hanafiah tidak menjawab ketika dihubungi Katadata.co.id pada Jumat (13/12).
Proyek Tangguh Train III merupakan bagian dari kawasan pengembangan blok migas Wiriagar Berau dan Muturi di Teluk Bintuni, Papua Barat. Blok tersebut dioperatori oleh BP Berau Ltd dengan hak partisipasi sebesar 40,22%. Komposisi hak kelola BP meningkat dari semula 37,16% setelah Talisman keluar dari proyek tersebut.
Kontraktor lainnya yaitu MI Berau B.V sebesar 16,30 persen, CNOOC Muturi Ltd 13,90%, Nippon Oil Exploration (Berau) Ltd 12,23%, KG Berau Petroleum Ltd sebesar 8,56%, KG Wiriagar Petroleum Ltd sebesar 1,44% dan Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc dengan hak kelola 7,35%.
Sejauh ini kontrakto Blok Wiriagar Berau dan Muturi telah membangun Train I dan Train II dengan kapasitas masing-masing 3,8 juta ton per tahun (MTPA). Jika Train III beroperasi, maka total kapasitas pengolahan gas akan mencapai 11,4 juta MTPA.
(Baca: Pemeliharaan Fasilitas Tangguh Train 2 Dijadwalkan Tahun Depan)