Google Sepakat Bayar Pajak Rp 4,6 Triliun ke Australia

Fahmi Ahmad Burhan
19 Desember 2019, 11:37
pajak google, google, pajak, australia
ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY
Google, Facebook, Amazon, dan perusahaan teknologi raksasa lainnya menghadapi kritikan global lantaran mengurangi pembayaran pajak dengan membukukan keuntungan di negara-negara dengan pajak rendah.

Raksasa teknologi dunia, Google akhirnya menyelesaikan sengketa pajak menahun di Australia. Google sepakat untuk membayar sebesar 481,5 juta dolar Australia atau sekitar Rp 4,6 triliun pada Kantor Pajak Australia/Australian Taxation Office atau ATO.

Juru bicara Google menyatakan penyelesaian pembayaran pajak itu dilakukan setelah audit pajak perusahaan pada 2008 hingga 2018 kepada Pemerintah Australia dilakukan. Penyelesaian urusan pajak menahun ini dianggap memberikan kepastian perlakuan pajak tarhadap Google di masa depan.

Dalam keterangan terpisah, ATO menyatakan telah mengantongi 1,25 miliar dolar Australia dari penyelesaian selisih pajak dengan raksasa teknologi seperti Microsoft, Apple dan Facebook. "Pajak dari raksasa digital ini sekarang akan dikembalikan ke basis pajak Australia," ujar ATO seperti dilansir Reuters pada Rabu (18/12).

(Baca: Menkominfo Bakal Ajak Sri Mulyani Bahas Pajak Netflix)

Sejak 2016 lalu, Pemerintah Australia mulai mempersempit gerak penghindaran pajak pada perusahaan multinasional digital melalui Multinasional Anti-Avoidance Law atau MAAL. Dalam penerapan hukumnya, Australia juga membentuk satuan tugas penghindaran pajak.

"Kami memastikan perusahaan besar dan perusahaan multinasional membayar jumlah pajak yang tepat," ujar Bendahara Negara Australia Josh Frydenberg seperti dilansir Reuters.

(Baca: Banyak Insentif, Omnibus Law Berpotensi Bikin Penerimaan Pajak Seret)

Menurutnya, dari pajak tersebut layanan esensial bisa berjalan lancar diberikan pada masyarakat Australia.

Facebook, Google, Amazon dan perusahaan teknologi besar lainnya menghadapi kritikan secara global karena mengurangi tagihan pajak mereka dengan membukukan keuntungan di negara-negara pajak rendah. Praktik seperti itu dianggap oleh banyak negara sebagai tindakan yang tidak adil.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...