Bukan Promosi, Gojek Fokus 3 Layanan untuk Dorong Transaksi di 2020
Belakangan ini, beberapa startup mulai berfokus meraup untung dan mengurangi strategi ‘bakar uang’. Gojek pun menargetkan pertumbuhan berkelanjutan, sehingga berfokus pada tiga layanan.
Ketiga layanan itu yakni pesan-antar makanan (GoFood), pembayaran (GoPay), dan transportasi. “Kami akan selalu investasi dan inovasi jangka panjang secara konsisten di tiga pilar ini,” kata Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita di Jakarta, Kamis (16/1).
Karena itu, perusahaan rintisan ini berfokus pada inovasi ketimbang promosi seperti uang kembali (cashback) dan diskon. Dengan begitu, mereka optimistis layanannya lebih sering digunakan oleh konsumen.
“Ada keinginan kami untuk menjadi yang terdepan. Tetapi caranya tidak harus selalu dengan promosi, justru harus lebih inovatif,” kata Nila. Ia mengatakan, pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan merupakan salah satu keinginan investor.
(Baca: Selain Promosi, Begini Strategi Gojek Dorong Transaksi GoFood di 2020)
Pengguna aktif bulanan (Monthly Active User/MAU) Gojek tumbuh 1,5 kali lipat secara tahunan (year on year/yoy) pada 2019. Pendapatan juga meningkat dua kali lipat yoy.
“Kalau kami bisa hadir 100 tahun ke depan untuk melayani konsumen di Indonesia dan dunia, kenapa tidak? Kami pun menyelaraskan pertumbuhan bisnis ini,” kata Nila.
Transaksi GoFood bahkan mencapai 50 juta per bulan di Asia Tenggara. “Kami tidak mau berkompetisi berdasarkan promo atau harga, tapi keseluruhan untuk konsumen. Tetapi, ya tentu harga yang kompetitif,” kata Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo.
Karena itu, perusahaan berfokus pada inovasi layanan ketimbang promosi. (Baca: Gojek Bakal Tutup Sebagian Besar Layanan di GoLife, Berikut Daftarnya)
Gojek sempat mengklaim, pasar GoFood mencapai 75% di regional. Klaim itu mengacu pada tiga hal. Pertama, berdasarkan laporan App Annie, pengguna GoFood 1,5 kali lebih banyak dibanding pesaing.
Kedua, kajian Nielsen menunjukkan bahwa konsumen di Indonesia lebih banyak memilih GoFood. Ketiga, survei internal Gojek menyebutkan bahwa layanan GoFood dinilai lebih berkontribusi terhadap pertumbuhan bisnis mitra.
“Kenapa kami berani sebut 75%? Itu berdasarkan jumlah order dan rerata nilai pesanan by basket size. Kalau dihitung berdasarkan jumlah yang dibayarkan konsumer sebelum promo, itu bukan angka real. Jadi, kami sebut 75% itu angkanya real,” kata Catherine, beberapa waktu lalu (19/9/2019).
Saat ini, Gojek memang tengah mengkaji peluang penjualan saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) yang pencatatan sahamnya di dua bursa saham (dual listing). Tujuan utamanya adalah Bursa Efek Indonesia (BEI).
(Baca: GoPay dan LinkAja Bakal Kurangi ‘Bakar Uang’ Tahun Depan)
Namun, co-CEO Gojek Andre Soelistyo menegaskan IPO itu tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Sebab, ada tiga pertimbangan dalam memutuskan waktu pencatatan saham Gojek. Pertama, melihat kondisi ekonomi dan bursa saham yang kondusif untuk IPO.
Kedua, mendorong terus tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) dan transparansi di dalam tubuh Gojek. Sebab, hal ini menjadi kewajiban sebuah perusahaan publik. Terakhir, Gojek akan terus meningkatkan kinerjanya terlebih dahulu agar bisa tumbuh berkesinambungan.
Selain Gojek, beberapa startup yang mulai mengurangi strategi ‘bakar uang’ yakni OVO, DANA, dan LinkAja. Dua unicorn Tanah Air yakni Bukalapak dan Tokopedia juga mulai berfokus pada pertumbuhan berkelanjutan untuk mencapai laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) positif.
(Baca: Tak Kuat ‘Bakar Uang’, Bos Lippo Akui Jual Dua Pertiga Saham OVO)