Kurs Rupiah Menguat 2,9%, Kembali ke Level Rp 15.000 per Dolar AS

Agatha Olivia Victoria
9 April 2020, 17:52
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta. NIlai tukar rupiah cenderung menguat terhadap dolar AS. Pada Kamis (9/4), rupiah berada di level Rp 15.880 per dolar AS.
ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta. NIlai tukar rupiah cenderung menguat terhadap dolar AS. Pada Kamis (9/4), rupiah berada di level Rp 15.880 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah akhirnya menjauhi level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS), seiring mekanisme pasar yang berjalan semakin baik. Pada perdagangan spot, Kamis (9/4) sore, rupiah bergerak menguat 2,88% ke level Rp 15.880 per dolar AS.

Sementara, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), mata uang Garuda berada pada posisi Rp 16.241, naik 4 poin.

Sejatinya tak hanya rupiah yang menguat, melainkan mayoritas mata uang Asia juga turut menguat terhadap dolar AS. Mengutip Bloomberg, Kamis (9/4), terhadap dolar AS, dolar Singapura menguat 0,17%, dolar Taiwan menguat 0,11%, dan won Korea Selatan menguat 0,08%.

Selain itu, peso Filipina tercatat juga menguat 0,05%, rupee India menguat 0,06%, yuan Tiongkok 0,07%, dan ringgit Malaysia 0,24%. Sedangkan, yen Jepang dan dolar Hong Kong tercatat melemah 0,02%, dan baht Thailand melemah 0,24% terhadap dolar AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, rupiah saat ini tak hanya bergerak stabil, namun cenderung menguat. "Kecendurngan penguatan pergerakan rupiah lebih banyak memang dari mekanise pasar. Bahwa bid dan offer pasar bergerak sangat baik," ucap Perry dalam konferensi video di Jakarta, Kamis (9/4).

OLeh karena itu, dirinya menilai bahwa kurs rupiah akan terus cenderung menguat ke level Rp 15.000 per dolar AS di akhir tahun. Saat ini, Perry menilai rupiah masih undervalued.

(Baca: Stabilkan Nilai Rupiah, Cadangan Devisa Maret Turun US$ 9,4 Miliar)

Selain pelaku pasar keuangan, penguatan rupiah menurutnya, juga didukung oleh para eksportir. Sebab, kini eksportir cukup rajin mengkonversi hasil ekspor ke rupiah. "Jadi dalam konteks ini tidak hanya pelaku pasar," ujarnya.

Dengan penguatan rupiah, bos bank sentral ini sedikit lega. Sebab, ke depannya kebutuhan BI akan berkurang dalam mengintervensi pasar. Ia mengakui, BI terkadang masih melakukan intervensi, namun jumlahnya kecil.

Sebelumnya, menggelontorkan US$ 7 miliar atau sekitar Rp 114 triliun dari cadangan devisa untuk menstabilkan nilai tukar rupiah sejak Maret 2020.

Perry menjelaskan, cadangan devisa untuk stabilisasi nilai tukar rupiah tersebut digelontorkan pada pekan kedua dan ketiga Maret 2020. Alasannya, pada dua pekan tersebut investor global cenderung mengalami kepanikan dan mendorong pelepasan saham dan obligasi.

Intervensi BI ini membuat cadangan devisa Indonesia pada Maret 2020 mengalami penurunan US$ 9,4 miliar. Meski demikian, menurut Perry, penurunan cadangan devisa ini tidak sia-sia. Sebab, dengan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat seperti saat ini, kebutuhan intervensi dari BI ke depan tentunya akan semakin menurun.

"Sehingga cadangan devisa kita berangsur stabil dan alami peningkatan dewasa ini, kata Perry, Selasa (7/4).

(Baca: Cerita Gubernur BI Kucurkan Rp 114 Triliun di Masa Kritis Kurs Rupiah)

Reporter: Agatha Olivia Victoria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...