Imbas Covid-19, Pertumbuhan Industri Diramal Terpangkas Jadi 2,5%
Pandemi corona menyebabkan industri manufaktur menghadapi pukulan berat. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut, pertumbuhan industri berpotensi terpangkas menjadi 2,5% tahun ini, dibanding target pertumbuhan sebelumnya sebesar 5,3%.
Agus mengatakan, industri manufaktur mulai mengalami tekanan pada Maret seiring dengan meluasnya kasus Covid-19 di Tanah Air. Akibatnya, banyak industri tak mampu berproduksi secara maksimal, terlebih dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Penurunan aktifitas industri juga tercermin dari turunnya Indeks Manajer Pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) periode Maret di level 45,3 atau terendah dalam sembilan tahun terakhir.
(Baca: PMI Maret RI Terendah sejak 2011, Manufaktur Kian Melemah Kuartal II)
Adapun secara keseluruhan, PMI berada dalam fase kontraksi yakni sebesar 45,64% pada kuartal I 2020, turun dari 51,50% pada kuartal sebelumnya atau 52,65% pada kuartal I 2019.
"Dengan pertumbuhan ekonomi yang juga diperkirakan turun menjadi 2,4%, maka pertumbuhan industri kemungkinan nanti akan sekitar 2,5%-2,6%," kata Agus dalam video konferensi di Jakarta, Selasa (21/4).
Sementara berdasarkan skema terburuk, jika ekonomi ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 0,5% sebagaimana prediksi dana moneter internasional (IMF), maka pertumbuhan industri juga diramal akan berada di kisaran 0,7-0,8%.
Dia menyatakan, beberapa industri mengalami pukulan berat, baik akibat permintaannya berkurang atau terganggunya rantai pasokan sepanjang pandemi Covid-19, berlangsung. Beberapa industri itu di antaranya, otomotif, besi baja, semen, tekstil dan sebagainya.
Dia pun tak menampik, pelemahan kinerja industri akan menyebabkan sektor usaha gulung tikar. Agus menyatakan, sektor yang paling rentan menutup usahanya selama corona yakni indstri kecil menengah (IKM).
"IKM sektor yang sangat suffer mungkin akan menajadi sektor yang pertama kali mengalami gulung tikar, PHK atau merumahkan karyawan, " ujarnya.
Sedangkan laporan yang diterima Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 1,94 juta pekerja dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas pandemi corona.
Angka tersebut berasal dari 114.340 perusahaan di berbagai wilayah Indonesia. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan DKI Jakarta sebagai provinsi dengan jumlah terbesar pekerja yang dirumahkan.
(Baca: BI Pantau Industri Manufaktur Masih Ekspansi meski Melambat)
“DKI Jakarta cukup besar, yang dirumahkan ada 449.545 pekerja, kemudian Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur kemudian Bali," kata dia dalam acara peluncuran pusat informasi corona Kumparan, Minggu (19/4).
Ia memerinci, sebanyak 83.546 perusahaan di sektor formal terdampak pandemi corona, dengan total 1,5 juta pekerja di-PHK atau dirumahkan. Sedangkan, yang terdampak corona di sektor informal sebanyak 30.794 perusahaan, dengan lebih dari 443 ribu di-PHK atau dirumahkan.
Jumlah tersebut baru yang terdata lantaran melapor ke Kementerian Tenaga Kerja. Ida mengatakan masih ada pekerja yang terkena PHK dan dirumahkan, namun tidak teridentifikasi.