Belanja Pajak Melonjak, Target Penerimaan Berpotensi Dipangkas Lagi
Pemerintah mengalokasikan belanja pajak sebesar Rp 84,54 triliun pada Perpres 54 tahun 2020. Angka tersebut naik Rp 72,31 triliun dari alokasi APBN 2020 Rp 12,23 triliun.
"Namun alokasi tersebut masih di luar yang rutin," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo kepada Katadata.co.id, Kamis (23/4).
Berdasarkan Perpres 54, alokasi belanja pajak pada tahun 2020 terdiri atas belanja Pajak Penghasilan sebesar Rp 20,14 triliun, naik dari Rp 11,54 triliun, bea masuk Rp 405,57 triliun, turun dari Rp 694,1 triliun, serta tambahan belanja pajak dan bea masuk sebesar Rp 64 triliun.
Belanja PPh terdiri dari Rp 2,29 triliun komoditas panas bumi, Rp 9,25 triliun bunga, imbal hasil, dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah Rp 2,96 miliar penghasilan dari penghapusan secara mutlak piutang negara nonpokok, Rp 303 juta pembayaran recurrent cost SPAN yang dibiayai oleh rupiah murni, dan Rp 8,6 triliun PPh pasal 21 selama 6 bulan atas penghasilan dari pegawai sampai Rp 200 juta yang bekerja di sektor industri pengolahan.
(Baca: Penerimaan Negara Seret akibat Corona, Ditjen Pajak Susun Strategi)
Dengan melonjaknya belanja pajak pemerintah tahun ini, Prastowo menilai target penerimaan pajak kemungkinan kembali direvisi. Adapun target penerimaan pajak dalam Perpres 54 seebsar Rp 1.254,1 triliun, turun 23,65% dari target APBN Rp 1.642,6 triliun. "Menurut saya dimungkinkan adanya perubahan lagi, karena ini sangat dinamis," ujarnya.
Meski begitu, ia belum bisa memperkirakan angka revisi tersebut lantaran masih perlu melihat realisasi penerimaan pajak pada bulan April dan Mei. "Karena dampak virus corona baru akan terlihat di dua bulan itu," ucap dia.
Kementerian Keuangan mencatat, realisasi penerimaan pajak hanya mencapai Rp 241,61 triliun pada kuartal I 2020, turun 2,47% dibanding periode yang sama tahun lalu. Penerimaan pajak sudah terkontraksi meski dampak pandemi corona belum sepenuhnya tercermin pada kinerja APBN hingga Maret.
Tekanan pada kinerja penerimaan pajak terutama berasal Pajak Penghasilan migas yang terkontraksi 28,57%. PPh migas yang berhasil terkumpul pada kuartal I 2020 hanya mencapai Rp 10,34 triliun.
(Baca: Pemerintah Siapkan Paket Stimulus Sebesar Rp 150 Triliun untuk UMKM)
Penerimaan PPh nonmigas pada tiga bulan pertama tahun ini juga turun sebesar 3,04% menjadi Rp 137,47 triliun. Kontraksi terutama terjadi pada PPh Pasal 22 sebesar 5,98% dan PPh Pasal 25/29 sebesar 18,94%.
Adapun PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi menunjukkan kontraksi paling dalam mencapai 52,23%. Ini akibat kebijakan relaksasi batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2019 yang mundur dari akhir Maret menjadi akhir April 2020.
Selain itu, pajak-pajak atas impor secara umum turut menyusut 8,08%. PPh Pasal 22 Impor dan PPN Impor masing-masing mencatatkan penurunan sebesar 8,51% dan 8,72% sedangkan PPnBM Impor masih berhasil tumbuh 30,73%.
Di sisi lain, kinerja Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah berhasil tumbuh 2,47% mencapai Rp 91,97 triliun. Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan juga nakikk 6,7% menjadi Rp 1,83 triliun.