Perbarui Fitur Keamanan dan Privasi, Zoom Bakal Rilis Versi 5.0
Setelah menuai kritikan tajam terkait keamanan data pengguna, aplikasi video conference Zoom bakal merilis merilis Zoom 5.0. Versi terbaru ini diklaim memiliki fitur keamanan dan privasi yang mumpuni.
Mengutip The Verge, Rabu (22/4), fitur keamanan yang terdapat dalam Zoom 5.0 ini di antaranya, memampukan pengguna untuk mengunci rapat dengan cepat, menghapus peserta, dan membatasi berbagi layar dan mengobrol dalam rapat.
Zoom menjanjikan waktu 90 hari untuk memperbaiki masalah privasi dan keamanannya tersebut. Lewat versi 5.0, perusahaan meyakinkan, akan ada ikon keamanan yang dirancang untuk yang mengelompokkan sejumlah fitur keamanannya.
Selain dapat mengunci, membatasi layar dalam rapat, dan menghapus peserta, Zoom kini juga mengaktifkan kata sandi secara default untuk sebagian besar pelanggan. Admin teknologi informasi (TI) pun dapat menentukan kompleksitas kata sandi untuk pengguna bisnis Zoom.
Fitur ruang tunggu Zoom juga bakal aktif secara default untuk akun dasar, pro lisensi tunggal, dan pendidikan. Fitur ini memungkinkan host untuk menahan peserta di ruang virtual sebelum mereka diizinkan menghadiri rapat.
Banyaknya perubahan fitur ini disebut sebagai respons yang jelas terhadap fenomena Zoombombing, yakni fenomena banyak orang asing yang bergabung dalam panggilan Zoom dan menyiarkan foto maupun video porno.
(Baca: Zoom Diragukan Keamanannya, Ini 8 Aplikasi Lain untuk Rapat Virtual)
Fenomena Zoombombing terjadi, karena pengaturan default Zoom sebelumnya tidak memiliki kata sandi yang ditetapkan untuk rapat dan memperbolehkan setiap peserta untuk membagikan layar mereka.
Adapun, Zoom juga meningkatkan beberapa enkripsi dan meningkatkan ke standar enkripsi ACM 256-bit GCM. Hal ini masih bukan enkripsi ujung ke ujung atau end-to-end encryption seperti yang diterapkan di aplikasi lain, namun ini merupakan peningkatan untuk transmisi data rapat.
Pelanggan bisnis juga dapat mengontrol wilayah pusat data mana yang akan menangani lalu lintas rapat, setelah kekhawatiran muncul bahwa beberapa pertemuan dialihkan melalui server di Tiongkok.
Sebelumnya, kasus Zoombombing terjadi di acara yang diselenggarakan oleh Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas), Kamis (16/4) lalu. Saat itu, acara disusupi pengguna tanpa identitas institusi, yang menampilkan video adegan tidak senonoh yang dilakukan sesama pria asing saat diskusi berlangsung.
Padahal, acara ini dihadiri oleh Ketua Tim Pelaksana Wantiknas Ilham A Habibie, anggota Wantiknas Garuda Sugardo, dan Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Widodo Muktiyo.
(Baca: Zoomboombing Terjadi di RI, Rapat Online Disuguhi Foto & Video Porno)
Zoomboombing juga terjadi dalam acara diskusi yang melibatkan Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Rabu (15/4), di mana salah satu peserta diskusi menggunakan foto profil yang menampilkan gambar tidak senonoh.
Beberapa negara seperti Singapura, Australia, Taiwan, Amerika Serikat (AS) hingga Jerman melarang pemakaian Zoom, karena alasan keamanan data pengguna. Kementerian Pendidikan Singapura pun melarang penggunaan Zoom untuk kegiatan di sekolah.
Pasalnya, salah satu sekolah yang membuat kelas geografi di Zoom berisi 36 siswa, disusupi seseorang tidak dikenal dan menyebarkan gambar-gambar tidak senonoh di tengah pembelajaran.
Chief Executive Officer (CEO) Zoom Eric Yuan telah meminta maaf kepada ratusan juta pengguna aplikasi zoom, setelah mendapat kecaman karena masalah keamanan.
"Kami menyadari bahwa kami kurang memenuhi harapan privasi dan keamanan komunitas," kata Yuan dalam sebuah posting blog, dikutip dari CNN.com pada Kamis (2/4).
Sekadar informasi, pada Desember 2019 pengguna aplikasi Zoom secara global tercatat hanya mencapai 10 juta pengguna harian. Jumlah itu kemudian melonjak pada Maret 2020 menjadi 200 juta pengguna harian karena pandemi virus corona (Covid-19).
(Baca: Marak Zoombombing, Ahli TI Beri 6 Tips Hindari Penyusup di Rapat Zoom)