Inalum Tawarkan Obligasi Rp 33,7 T, Dapat Prospek Negatif dari Moody's
Moody's Investor Service menyematkan peringkat Baa2 pada surat utang senior (senior notes) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Sedangkan prospek surat utang anyar perusahaan BUMN tersebut diganjar "Negatif".
Dalam kanal informasi Bursa Efek Singapura atau Singapore Exchange, Rabu (6/5), Inalum dilaporkan tengah menawarkan dua senior notes dengan total nilai US$ 2,25 miliar atau sekitar Rp 33,75 triliun (kurs Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat).
Rencananya, dana hasil penjualan senior notes ini akan digunakan untuk pembiayaan kembali utang Inalum, serta mendanai rencana akuisisi.
Senior notes pertama yang ditawarkan Inalum memiliki kupon 5,23%, dengan tenor 1 tahun dan jatuh tempo tahun 2021. Melalui surat utang ini, Inalum berharap mampu meraup dana segar sebesar US$ 1 miliar. Kedua, senior notes dengan kupon 5,71%, dan tenor 3 tahun atau jatuh tempo tahun 2023. Target perolehan dana seri ini US$ 1,25 miliar.
"Penerbitan senior notes rencananya untuk mendanai rencana akuisisi 20 -25% saham di PT Vale Indonesia Tbk, pembiayaan kembali utang Inalum dan anak usaha, serta memperpanjang profil jatuh tempo utangnya," kata Nidhi Dhruv, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody, dalam siaran pers, Rabu (6/5).
Namun, Moody's melihat akuisisi yang didanai utang dan kinerja Inalum yang diperkirakan lemah di tengah rendahnya harga komoditas, akan mendorong tingkat utang konsolidasi menjadi sekitar US$ 6,5 miliar.
Selain itu, Moody's juga memperkirakan gross adjusted leverage Inalum akan naik menjadi 8x tahun ini, dari sebelumnya 6,2x pada 2019 lalu. Levelnya diperkirakan akan terus meningkat hingga 8,5x pada 2022, sampai PT Freeport Indonesia mulai membayar dividen ke Inalum.
(Baca: Ingin Akuisisi Saham Vale, Inalum Tunggu Kondisi Pasar Modal Membaik)
Porsi kepemilikan Inalum pada Freeport Indonesia tercatat sebesar 51,2%, namun perusahaan tambang tembaga terbesar kedua di dunia ini diperkirakan baru memberikan kontribusi berupa dividen pada 2023-2023. Pasalnya, cadangan tambang terbuka telah habis, dan kini Freeport tengah mengembangkan tambang bawah tanah.
Moody's juga memperkirakan likuiditas Inalum tergolong lemah, dan tidak akan cukup untuk memenuhi persyaratan capex di seluruh grup dan utang jatuh tempo sebesar US$ 1 miliar selama 12-18 bulan ke depan.
Meski demikian, Inalum diuntungkan dari posisinya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga dukungan pemerintah diharapkan mampu membuka lebar akses Inalum ke perbankan dan pasar obligasi.
Moody's membuka peluang mengubah outlook senior notes Inalum menjadi stabil, dengan beberapa catatan. Pertama, anak usaha Inalum mampu menaikkan posisi arus kasnya sehingga mampu beroperasi melebihi ekspektasi dan memberikan dividen yang besar kepada Inalum.
Kedua, Inalum menunjukkan perbaikan berkelanjutan pada profil utangnya dan mampu mempertahankan disiplin keuangan saat mengejar pertumbuhan.
Sementara, peringkat dapat turun apabila ada penurunan pada peringkat utang Indonesia, serta adanya masalah dalam operasional Inalum. Selain itu, profil industri yang memburuk juga menjadi salah satu faktor yang dapat menurunkan peringkat senior notes Inalum.
(Baca: Produksi Turun, Setoran Freeport ke Negara Tahun Lalu Anjlok 76%)