HIPMI Kritik Relaksasi Kredit Belum Sepenuhnya Menyasar UMKM
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengkritik realisasi relaksasi kredit pengusaha terdampak pandemi virus corona atau Covid-19. Alasannya, sejauh ini relaksasi tersebut tidak menjangkau sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat HIPMI Mardani H. Maming mengungkapkan, hingga saat ini penerima relaksasi kredit hanya pengusaha-pengusaha yang memiliki kemampuan modal di atas Rp 10 miliar. Padahal, tanpa bantuan pemerintah pun mereka cenderung lebih aman dari pandemi dibandingkan UMKM.
"Program kita sudah bagus, tapi implementasinya belum sesuai dengan yang diinginkan. Rata-rata yang dapat relaksasi seperti pengusaha besar, pengusaha HIPMI yang pinjamannya di atas Rp 10 miliar," kata Mardani, dalam sebuah acara diskusi daring, Minggu (7/6).
Menurutnya, sektor UMKM seharusnya juga mendapat perhatian, karena berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/2020 relaksasi kredit juga diperuntukkan bagi UMKM dengan nilai pinjaman di bawah Rp 10 miliar.
Mardani menduga, pengusaha besar dapat mengakses relaksasi dari perbankan karena memiliki kedekatan yang baik dengan perbankan sehingga lebih diprioritaskan. Apalagi, bank menginginkan pinjaman kredit yang jauh lebih besar untuk menjaga likuiditasnya dengan jaminan kredit yang mungkin lebih baik, dibandingkan pemberian kredit bagi UMKM.
(Baca: BRI Restrukturisasi Kredit 2,3 juta UMKM Senilai Rp 140 Triliun)
Oleh karena itu, HIPMI mendesak agar pemerintah lebih memprioritaskan bantuan bagi UMKM karena merupakan penopang perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja. Sebab, dengan membantu UMKM perekonomian akan membaik dan tingkat pengangguran akan berkurang.
"Di situlah seharusnya pemerintah menjalankan benar relaksasi pinjaman bank dan relaksasi pajak, sehingga UMKM dapat jalan dan tidak terjadi PHK permanen. Kalau UMKM dibantu pengangguran berkurang," ujar Mardani.
Hal yang sama sebelumnya juga sempat diungkapkan oleh mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno. Menurutnya, saat ini 80-90% UMKM telah terpukul pandemi corona.
Akibatnya 50-70% pendapatan UMKM berkurang drastis, dan saat ini hanya mengandalkan tabungannya atau dalam istilah Sandiaga "mantab alias makan tabungan." Kondisi ini utamanya terjadi di usaha ultra mikro. Adapun, jumlah UMKM yang terdata hingga saat ini mencapai 64 juta unit di seluruh Indonesia.
"Jika pemerintah akan melakukan perbaikan ekonomi, maka mengambil kebijakan ekonomi keluarga dan UMKM, karena akan meningkatkan daya beli," kata Sandiaga dalam acara Bicara Data Virtual Series 'The New Normal Ekonomi-Politik Indonesia' yang diselenggarakan Katadata.co.id, Jumat (22/5) malam.
(Baca: OJK Catat Restukturisasi Kredit Perbankan Sudah Capai Rp 517 Triliun)